Senin, 18 September 2017

Artikel Ilmiah Populer

PEMBERDAYAAN SURAT KABAR DALAM MENUMBUHKAN
MINAT BACA ANAK SEJAK DINI
Oleh: Marzuki Wardi

Membaca merupakan kemampuan yang sangat penting untuk dikuasai oleh setiap manusia. Bahkan, dapat dikatakan bahwa membaca adalah proses awal terbentuknya sebuah peradaban. Horton, Jr, dalam sebuah bukunya yang diterbitkan oleh UNESCO, mengklasifikasikan membaca ke dalam literasi inti atau dasar (basic or core literacy). Menurutnya, istilah tersebut mengacu pada pembelajaran bagaimana cara membaca, cara menulis, dan bagaimana melakukan tugas penghitungan sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.[1] Mengingat kedudukan penting tersebut, tidak heran jika membaca dijadikan sebagai pelajaran pertama yang diajarkan kepada peserta didik ketika memasuki pendidikan formal. 
Idealnya, sebagai kompetensi pertama dan utama yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD), membaca seharusnya lebih dikuasi dibanding bidang-bidang yang lain. Namun, realitanya tidak demikian. Perkembangan kemampuan membaca rata-rata siswa di Indonesia malah lebih buruk jika dibandingkan dengan kemampuan di bidang lain seperti sains dan matematika.
Perbandingan tersebut dapat dilihat dari hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan dua periode terakhir, tahun 2012 dan 2015. Pada tahun 2012 misalnya, kemampuan rata-rata siswa Indonesia di bidang membaca adalah 396 poin. Sedangkan, pada tahun 2015, rata-rata tersebut hanya mampu meningkat satu angka menjadi 397 poin. Sementara, hal tersebut tidak terjadi di dua bidang lainnya. Kompetensi sains, 382 poin pada tahun 2012 dan meningkat drastis pada tahun 2015 menjadi 403. Kemudian, pada kompetensi matematika, dari 375 pada tahun 2012 menjadi 386 poin pada tahun 2015.[2]
Lebih parah lagi, dengan capaian dalam bidang membaca tersebut, Indonesia hanya mampu menempati posisi ke 64 dari 65 negara yang tergabung dalam PISA pada tahun 2012. Hanya, pada tahun 2015, kemampuan membaca siswa Indonesia naik ke posisi 62 dari 70 negara. Sayangnya, angka tersebut bukan berarti telah memenuhi target rata-rata Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), di mana untuk kemampuan membaca adalah 493.[3]
Fakta di atas menunjukkan bahwa kegiatan membaca di kalangan pelajar masih sangat minim. Hal tersebut tidak lain disebabkan karena kurangnya minat baca pelajar. Senada dengan yang diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dr. Harris Iskandar. Menurut data penelitian yang beliau rujuk, hanya 0,001 orang Indonesia yang suka membaca. Atau dengan kata lain, dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu yang suka membaca.[4]
Kurangnya minat baca menjadi sebuah ironi ketika akses sumber bacaan dapat diperoleh dengan begitu mudah sekarang ini. Oleh sebab itu, kurangnya bahan atau sumber bacaan tentu tidak dapat dijadikan faktor penyebab kurangnya kemampuan baca tersebut. Dan ini merupakan tantangan besar bagi dunia pendidikan. Bagaimana menumbuhkan minat baca anak sejak dini, bagaimana mengembangkan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didiknya tak sekedar bisa membaca tapi juga biasa membaca, merupakan agenda utama untuk diejawantahkan.  
Surat Kabar Sebagai Media dalam Menumbuhkan Minat Baca Siswa.
Banyak orang mengidentikkan surat kabar (newspaper) sebagai bacaan bagi kalangan-kalangan tertentu. Misalnya pegawai kantoran, guru, pejabat pemerintah, penulis, dan profesi resmi lainnya. Padahal, seperti namanya “media massa”, merupakan bacaan yang dapat dikonsumsi oleh siapa saja tanpa batasan profesi. Bahkan, dengan kehadiran internet seperti saat sekarang ini, banyak surat kabar hadir dalam bentuk digital sehingga dapat dinikmati melalui telepon pintar maupun laptop. Dengan demikian, membaca bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja tanpa harus mengeluarkan banyak biaya dan waktu.   
Sebagai bahan bacaan yang mudah didapatkan, eksistensi surat kabar di sekolah pun dapat dikatakan sudah familiar. Sejak dulu, hampir semua sekolah berlangganan dengan surat kabar. Bahkan, untuk edisi cetak, tidak sedikit pihak sekolah yang berlangganan lebih dari satu surat kabar. Namun, selama ini, fungsinya terkesan hanya sebatas bacaan sesaat lalu ditumpuk di rak perpustakaan. Tak lebih dari sekedar bacaan sekilas. Padahal, jika kita mau, banyak jenis tulisan bermanfaat yang dapat dikenalkan kepada siswa, bahkan untuk siswa sekelas Sekolah Dasar (SD) sekalipun. Salah satunya yang cocok dan menarik adalah cerita anak (cernak).
Sejauh ini, geliat literasi di surat kabar semakin marak. Setiap pekan, jumlah media (pers) yang menyuguhkan kolom literasi di seluruh tanah air, khususnya cernak, terus bertambah. Maka, dengan kehadiran rubrik untuk anak tersebut, surat kabar dapat dimanfaatkan sebagai umpan dalam memancing minat baca siswa. Dalam hal ini, guru tentu harus mampu mengemas umpan tersebut dengan beragam teknik dan kegiatan kreatif. Misalnya, dengan mengemas cerita menjadi ceria, membaca bersama dan membuat kliping cernak siswa.
Mengemas Cerita Menjadi Ceria
Bagi siswa di kelas rendah, untuk tahap awal atau pembiasaan, guru bisa membaca dan menguasai cerita terlebih dahulu kemudian dikemas menjadi cerita yang ceria. Ceria dalam arti bukan harus membuat siswa tertawa lebar-lebar dengan cerita yang disampaikan. Tapi, menghibur, mengena dan berkesan di dalam benak mereka. Dan tentu guru butuh upaya kreatif dalam hal ini. Misalnya, memeragakan tokoh-tokoh dalam cerita, mengaitkan isi cerita dengan kondisi atau latar belakang siswa, memodifikasi latar tempat yang terdengar lebih akrab, sehingga mereka merasa bahwa isi cerita benar-benar tidak jauh dari dunia mereka.
Hal tersebut tentu saja dilakukan untuk mencapai tujuan, yaitu merangsang minat siswa agar tertarik untuk membaca. Apabila siswa sudah tertarik untuk mengetahui konten cerita sepenuhnya, maka guru sudah berhasil menarik minat mereka. Pada tahap ini, mereka boleh saja megobati rasa penasaran dengan membaca cerita yang disajikan, baik secara bergantian maupun bersama-sama teman.
Membaca Bersama
Kegiatan yang paling lumrah dan umum diterapkan dalam Gerakan Literasi Sekolah adalah membaca bersama. Jika koleksi surat kabar yang memuat kolom cernak sudah cukup banyak di perpustakaan sekolah, guru bisa mengajak siswa untuk mencari sendiri (dengan tetap didampingi guru) cernak yang mereka inginkan. Kemudian, guru dan siswa bisa membaca bersama-sama, baik dengan nyaring (reading aloud) maupun membaca dalam hati (sustained silent reading). Apabila koleksi perpustakaan kurang lengkap, guru dapat mengunduh cernak versi digital di media daring. Lalu dicetak dan disuguhkan kepada siswa. Kegiatan tersebut tidak lain bertujuan untuk membiasakan siswa membaca. Karenanya, teknik ini lebih sesuai untuk diterapkan di kelas tinggi yang kemampuan bacanya sudah cukup baik.
Kliping Cernak Siswa
Selain kedua teknik di atas, guru juga dapat menugaskan siswa secara berkelompok untuk membuat kliping cernak. Kegiatan ini memang cukup menyita waktu, mengingat tugas dari mata pelajaran lain yang cukup banyak. Sebab itu, kegiatan ini dapat dilakuakan sesekali dalam satu pekan atau akhir bulan, dengan tetap dibimbing dan didampingi oleh guru. Selanjutnya, cernak yang sudah disusun menjadi kliping, dapat diceritakan ulang (story telling) sesuai dengan kemampuan mereka. Atau dapat pula membahas pesan cerita, penokohan, latar cerita, dan unsur-unsur pembentuk cernak lainnya. Kegiatan ini ditujukan untuk menjaga minat baca dan meningkatkan kecakapan literasi siswa yang telah dibangun sejak awal tadi. Dengan demikian, langkah ini juga lebih tepat untuk diterapkan di kelas tinggi.
Langkah-langkah di atas merupakan gambaran umum yang dapat diterapkan di sekolah. Guru boleh saja menerapkan kegiatan yang lebih variatif yang dapat memancing minat baca siswa. Termasuk dari segi tulisannya, ketika minat baca siswa sudah tumbuh, jenis tulisan lain di surat kabar boleh saja diperkenalkan. Karena cernak memang bukan satu-satunya bacaan yang dapat dikonsumsi siswa. Dalam hal ini, cernak dimanfaatkan sebagai media pembangkit minat baca mereka. Dengan demikian, ketika fondasi kebiasaan membaca sudah terbentuk pada diri anak, ketertarikan pada bacaan-bacaan lainnya akan mengembang dengan sendirinya. Dan mereka boleh saja menentukan bacaan sendiri yang dinilai menarik dan bermanfaat.
Lebih dari itu, dengan memberdayakan cernak di surat kabar, secara tidak langsung kita telah membentuk siklus literasi (literacy cycle). Artinya, ketika jumlah pembaca surat kabar semakin bertambah, maka para penulis sudah mencapai tujuannya. Pada saat bersamaan, kita telah berkontribusi bagi perkembangan dunia Pers. Sementara, upaya mendongkrak kemampuan membaca pelajar Indonesia akan berhasil. Begitu seterusnya, semakin banyak pembaca, semakin banyak penulis yang akan terlahir. Bukankah penulis terlahir dari pembaca yang baik?
Marzuki Wardi, lahir di Desa Sintung, Lombok Tengah, pada tanggal 15 Juni 1986. Menulis Cerpen, Esai, dan Resensi. Pada Agustus 2017 lalu, ia masuk nominasi 10 finalis juara menulis artikel opini yang diselenggarakan oleh Sahabat Keluarga Kemdikbud RI.




[1] Forest W.H, Jr. 2007. Understanding Information Literacy: A Primer. France: UNESCO.
[3] www.oecd.org.edu/pisa. Diakses pada tanggal 19 Agustus 2017, pukul 11.54

Cerpen

  Wasiat Kiai Seman ilustrasi ini diunduh dari https://himpuh.or.id/blog/detail/70/detik-penaklukkan-makkah-oleh-rasulullah-dan-para-sahabat...