Selasa, 28 September 2021

Cerpen

 

Perempuan Penjahit Kenangan

Oleh: Wardie Pena

Dimuat di SKH Bhirawa Surabaya pada 24 September 2021


Awalnya tak banyak yang tahu atau lebih tepatnya percaya pada profesi perempuan tua itu. Karena memang tak ada benda yang sesuai menunjukkan identitas profesinya. Di depannya hanya ada papan berukuran pas-pasan bertulis “Penjahit Kenangan” dengan tulisan kecil di bawahnya yang mirip sub bab judul buku “menerima permak dan jahit kenangan-kenangan yang dikoyak waktu”. Juga sebuah tas tenteng berukuran sedang yang sudah lusuh dan berwarna belel. Itu saja. Pelang dan sebuah tas yang besar kemungkinan sudah berusia lima kali pergantian presiden.

Orang-orang yang beraktivitas dan berlalu-lalang di tempat itu kemudian menduga-duga bahwa ia pasti seorang pengemis. Mengingat banyak cara pengemis di negeri ini mengambil simpati orang. Mulai dari berpura-pura berpenampilan kumal sampai berpenampilan mahal dengan mengumbar janji-janji muluk. Si perempuan tua adalah jenis yang pertama; wajah keriput, rambut masih utuh (maksudnya tidak botak) tapi hampir beruban seluruhnya, tubuh kuyu dan kumal. Namun, karena memang tak pernah ada yang terlihat mengulurkan rupiah, orang-orang jadi mulai menaruh rasa percaya padanya.

“Apa ibu juga menjahit sepatu?” tanya seorang laki-laki berpenampilan parlente yang kebetulan lewat di area itu.

“Tidak. Saya hanya menjahit kenangan. Kamu sudah baca pelang di depan saya? Apa di sana ada yang bertulis sepatu?”

“Sudah. Tapi aku kira pelang itu hanyalah pemanis seperti pelang pedagang-pedagang boba muda kreatif saat ini,” sahut laki-laki itu sedikit heran.

“Anak muda jaman sekarang mana ada yang peduli arti sebuah kenangan!”

Laki-laki muda itu lalu beranjak pergi tanpa banyak bicara. Barangkali sebilah pertanyaan masih menggantung dalam kepalanya. Menjahit kenangan? Terdengar aneh. Sangat aneh, bahkan. Tapi, percuma ngomong panjang lebar dengan orang tua. Kalah atau salah sedikit, kata-kata serapah bisa menyembur dari mulutnya. Kalaupun menang, apa artinya menang berdebat dengan nenek-nenek yang sudah mulai pikun?

Begitulah hari-hari si perempuan tua berlangsung. Akhir-akhir ini, nyaris tak ada orang yang memakai jasanya menjahit kenangan. Dulu, ketika orang-orang masih begitu peduli arti penting sebuah kenangan, hari-harinya disibukkan untuk menyulam kenangan demi kenangan. Satu orang bisa menjahit dua, tiga, sampai lima kenangan dalam sehari. Mereka takut kalau-kalau kenangan-kenangan mereka lebih dulu dilumat waktu sebelum kematian menjemput. Sehingga mereka tak bisa mewariskannya ke anak cucu. Itu dulu ketika warisan kenangan masih sama berharganya dengan warisan harta.

Kini, ketika semua kehidupan nyaris dikendalikan teknologi, orang tak lagi peduli makna sebuah kenangan. Hidup memang serba mudah dan praktis. Mau pergi kota, tinggal menggeber sepeda motor. Hanya dalam hitungan menit sudah bisa sampai tujuan dengan kejauhan berpuluh-puluh kilometer. Tidak perlu menunggu angkot lagi seperti dulu-dulu. Lapar? Tinggal ambil dan mengusap gawai, berbagai jenis menu kesukaan bisa dipilih sesuka hati di gerai-gerai online. Silaturrahmi tatap muka digeser kehadiran fitur-fitur canggih di gawai. Hampir jarang ada tukar kata dan rasa secara nyata lagi saat ini. Mungkinkah kenangan terlahir dari keserba praktis-an semacam ini?

Karena itu pula si perempuan tua mencoba peruntungan di luar. Ia merasa perlu mengenalkan diri ke tempat yang lebih ramai ketimbang hanya berdiam diri menunggu pelanggan di rumah. Dan tempat yang ia pilih ini menurutnya bisa memenuhi harapannya tersebut. Di sudut sebuah persimpangan kota yang di mana ada beberapa gedung mewah di dekatnya. Ada hotel bintang lima, gedung pemerintahan, deretan toko yang menyediakan aneka barang, dan beberapa supermarket. Bukankah itu kombinasi yang cukup sempurna? Pemerintah dan bos-bos besar.

Aroma sore sudah mulai menguar. Peluh yang tadi mengalir di wajah perempuan tua itu sudah kering diserap kulit keriputnya. Konon, wajah orang yang sudah keriput dua kali lebih cepat menyerap keringat—karena pori-pori membesar. Ia mengusap alisnya dengan punggung tangan kanan, lebih kepada mengeringkan. Pandangannya melompat ke tas hitam di sampingnya. Perasaannya sedikit tergores haru. Bukan karena sulitnya uang, karena dari dulu memang ia sudah terbiasa besar tanpa gelimang uang. Ia hanya baru menyadari dunia tempatnya hidup saat ini sudah demikian jauh berubah. Terutama dari cara manusia berinteraksi. Akankah dunia ini indah tanpa kenangan-kenangan? Ia mendesah, lalu mengangkat bokongnya, tapi gerakannya keburu tercekat suara samar diantara deru kendaraan.

“Apa benar Anda penjahit kenangan?”

Ia mengangkat wajah. Sesosok perempuan berambut sebahu, lebat, dan lurus menyembul di depannya. Cukup muda untuk memahami arti sebuah kenangan.

“Betul.” Ia menatap wajah perempuan muda itu lagi dengan sedikit keraguan menggantung di wajah. “Kamu sudah menjahit kenangan sebelumnya?” lanjutnya kemudian.

“Belum.”

“Dari mana kamu tahu perihal menjahit kenangan?”

“Dari ayah saya. Ayah saya mewariskan cukup banyak kenangan.”

Perempuan dengan bercak-bercak samar di wajahnya itu sedikit termenung setelah akhirnya mengeluarkan isi tasnya.

“Baiklah kalau begitu, kenangan apa yang ingin kamu jahit?”

“Saya punya kenangan menyakitkan di masa lalu. Bisakah Anda menghilangkannya?”

“Kenapa kamu ingin menghilangkannya?”

“Aku tidak ingin mengingatnya lagi.”

“Kenapa kamu tidak ingin mengingatnya?”

“Karena kalau aku mengingatnya hidupku selalu diselimuti kesedihan.”

“Kamu tahu, menjahit kenangan bukan berarti menghilangkannya. Menjahit di sini justru menyatukan ingatan-ingatan masa lalu di dalam kepala ke dalam hati agar ia tetap terasa dalam hidup. Sebab, banyak orang yang ingat kenangan tapi lupa rasanya. Ingatan itu soal pikiran, sedangkan kenangan masalah rasa. Itulah kenapa kita perlu menyatukannya kembali.”

Giliran perempuan berpipi gembil itu yang melongo sekarang. Ia mencoba menyerap perkataan nenek penjahit kenangan ke dalam kepalanya. Barangkali ia baru mendengar perbedaan kenangan dan ingatan.

“Lagi pula, kita perlu semua kenangan dalam hidup ini, baik itu kenangan manis, pahit, suka, duka, semuanya tergantung kondisi kapan kita membutuhkannya,” balas si nenek seakan membaca isi kepala perempuan berperawakan subur itu.

“Apakah Anda pernah merasakan sakit?”

“Semua orang pernah merasakan sakit. Tapi definisi sakit itu berbeda-beda masing-masing orang. Sakit bagi saya belum tentu bagi kamu, begitu juga sebaliknya.”

“Kehilangan dan perasaan-perasaan lainnya?”

“Jangan tanya, seorang desainer baju tentu punya lebih banyak baju daripada pelanggannya. Kenangan tak jauh beda dengan baju. Semua kenangan adalah baju kita dalam hidup ini. Semakin tua seorang semakin banyak pula baju kenangannya.”

Perempuan itu lalu mengangguk. Barangkali tuntas sudah semua pertanyaan di kepalanya.

“Jadi, bagaimana? Mau menjahit kenangan?” tanya perempuan tua untuk kesekian kalinya.

“Jadi, nek,”

“Baiklah, kalau begitu tunggu sebentar.”

Sebuah jarum dirogohkan dari dalam tas belel dan ditunjukkannya ke perempuan yang berdiri sekitar satu setengah meter di depannya. “Tahukah kamu, ini adalah jarum waktu, dan benang-benang ini adalah pengikat kenangan. Warna putih artinya ketulusan, merah berarti pengorbanan, hitam adalah kesedihan, biru kesunyian, hijau kebahagiaan, dan kuning ialah kekecewaan,” dektenya.

Ia mendekatkan wajahnya ke tempat duduk si perempuan tua. Diperhatikannya lekat-lekat benda-benda yang barusan ditunjukkan itu.

“Cukup. Kamu takkan bisa memahami arti semua ini. Jadi, kita mulai dari mana? Biar saya memasukkan benang yang pas,” ujar si penjahit kenangan sedikit mengibaskan tangannya, seolah ia tak sabar lagi.

“Aku bingung mau mulai dari mana.”

“Kenapa kamu bingung?”

“Karena belakangan ini aku hampir tak pernah bahagia. Aku lupa cara berbahagia,” ujar si perempuan berambut kemerah-merahan itu. Tubuhnya sedikit terguncang. Seperti ada sesuatu yang menyumbat kerongkongannya ketika mengucapkan kalimatnya kali ini. Apakah itu kerikil? Tidak mungkin. Sesakit apa pun seseorang tak ada yang sampai berani menelan kerikil.  

Si penjahit kenangan mengurungkan aksinya. Ia menghela napas, seakan mencoba memahami perasaan perempuan berwajah bundar yang ada di hadapannya. Karena itu ia merasa perlu bersabar dan mendekatinya dengan sentuhan perasaan. Boleh jadi baru kali ini juga ia menemukan seorang yang ingin menjahit kenangan macam begini.

“Kenapa kamu bilang begitu? Kamu masih cukup muda. Kamu masih berhak hidup bahagia.”

“Nenek juga sudah tua. Kenapa nenek sendirian saja? Kenapa tidak ditemani seseorang? Anak atau cucu misalnya…”

“Kamu tahu, kenapa aku memutuskan untuk menjadi seorang penjahit kenangan? Aku sudah tak punya apa pun di dunia ini selain kenangan-kenangan.”

“Jadi nenek hidup seorang diri?”

“Ya. Ah sudahlah, jangan bahas soal itu lagi. Apa kamu jadi menjahit kenanganmu?”

Kening perempuan muda itu berkerut. Ia tiba-tiba merasa menemukan separuh kenangannya ada pada nenek itu. Apakah ini sebuah kebetulan? Bagaimana bisa di dunia ini ada hal yang betul-betul mirip, termasuk kenangan? Ia tidak bisa memahami hal itu.

“Anda tahu, aku juga memutuskan mengembara dari satu kota ke kota lain setelah beberapa puluh tahun hidup seorang diri.”

“Kamu masih muda. Kenapa melakukan itu?”

“Karena di dunia ini aku sudah tak punya apa pun selain kenangan.”

Si nenek terdiam lagi. Ia juga merasa seolah sedang bercermin. Dan perempuan berbibir basah di depannya saat ini ialah cermin tersebut. Ya, cermin yang begitu bening dan jernih. Cermin yang memantulkan semua bayangan hidup yang dimilikinya. Tapi, bukankah dia adalah seorang penjahit kenangan yang tak membutuhkan apa pun untuk mengabadikan kenangannya? Bagaimanapun juga, cermin tetaplah cermin yang berfungsi memantulkan realitas pada diri seseorang. Tak peduli apakah dia menyadari hal tersebut atau tidak.  

Untuk beberapa saat tak ada sepotong kalimat yang terucap dari mulut kedua perempuan itu. Geming. Mulut mereka sama-sama terkunci setelah akhirnya mereka saling menertawai. Menertawai hidup yang masing-masing mereka jalani. Gelap mulai turun menyelimuti bumi. Si nenek tua mengemas semua peralatan yang ia butuhkan untuk menjahit kenangan.

“Besok kita bertemu lagi di tempat ini. Kita mulai menjahit kenanganmu besok pagi,” ucapnya kemudian merenggang pergi meninggalkan perempuan muda seksi itu seorang diri.

Lombok Tengah, 18 September 2021

Wardie Pena, seorang penikmat kalimat. Ia menulis cerpen, esai, opini, dan resesensi buku. Karya-karyanya sudah tersiar di berbagai media lokal dan nasional, cetak dan daring. Ia bermukin di Lombok Tengah, NTB.

Cerpen

 

Belati Nyonya Lussy

Oleh: Wardie Pena

Dimuat di SKH Radar Mojokerto pada 14 Agustus 2021


Suara derit pintu sel yang dibuka membuatku tergeragap dari lamunanku. Seorang polisi penjaga berperawakan gempal masuk dan berdiri di sampingku. Aku mendongak dengan tatapan penuh harap: semoga dia sudi mengeluarkanku dari tempat terkutuk ini. Tapi harapan itu sepertinya lebih layak disebut mimpi saat ini. Pak Polisi menunduk dan berbisik lirih, “Sekali lagi kamu bikin onar, saya tak segan-segan melukis pentungan ini di keningmu, pembunuh.”

Napasnya yang berbau pesing menusuk hidungku. Bau itu mirip air urin orang yang dehidrasi tinggi atau mungkin lebih mirip air kencing anjing. Entah apa yang dimamahnya barusan sehingga bau mulutnya seperti itu.

“Aku tidak pernah membunuh. Tolong jangan panggil aku pembunuh!”

“Aaah diam, banyak bicara kamu ini!” balas Pak Polisi bercambang tipis itu lagi menyuruk kepalaku.

Pernahkah kau dipanggil dengan sebutan yang kau benci dan tak pernah kau lakukan? Itulah yang kualami saat ini. Sejak masuk sel ini satu minggu lalu, seorang narapidana perampok memanggilku pembunuh begitu ia tahu kasusku. Setelah kuingatkan beberapa kali bahwa aku bukan sorang pembunuh, ia tetap ngotot memanggilku dengan gelar itu. Sehingga tentu saja aku geram lalu menghadiahinya pukulan terbaikku. Penghuni sel lainnya girang tak kepalang melihat kami adu jotos. Ruang tahanan pun sempat berubah menjadi ring MMA setelah akhirnya para polisi yang berjaga di luar masuk dan melerai kami.

Aku tahu untuk menghilangkan gelar pembunuh itu memang tak cukup hanya dengan berkilah, melainkan harus dengan bukti-bukti pendukung yang kuat. Akan tetapi bagaimana caranya mendapatkan bukti-bukti itu agar aku tak hanya menghilangkan gelar tersebut tapi juga bisa keluar dari sini? Aku benar-benar tak tahan lagi hidup di bui. Kurasa waktu di sini berjalan lebih lamban dari biasanya. Satu minggu serasa satu tahun. Aku tak bisa bayangkan bagaimana rasanya jika dikurung selama bertahun-tahun.

Malam ketika peristiwa pembunuhan itu terjadi aku memang berada di TKP, dan sebilah belati berada di saku celanaku. Namun, pelaku pembunuhan itu tentu saja bukan aku. Ceritanya agak panjang memang. Perihal ini akan aku ceritakan nanti. Sebelumnya, akan kuceritakan dulu seorang korban pembunuhan tersebut. Namanya Nyonya Lussy. Ia adalah seorang pelacur yang kukenal pada awal karierku sebagai seorang sopir di sebuah perusahaan penyedia jasa transportasi di kotaku. Hingga saat ini aku belum tahu siapa nama asli perempuan tersebut. Sejak aku mengenalnya ia hanya ingin dipanggil Nyonya Lussy. Itu saja.

Selain berparas cantik dan mulus, perempuan yang masih cukup muda itu berperawakan sintal dan seksi. Payudaranya pas-pasan. Sungguh perawakan yang diidolakan semua laki-laki. Kulitnya yang mulus selalu harum dan tampak basah. Sering kali bulu kudukku meremang jika mengamati sekujur tubuhnya. Aku tak heran jika hampir setiap malam tubuhnya tak pernah absen dinikmati para pelanggannya.

Tapi, dalam hal berkendara, akulah pelanggan setia Nyonya Lussy. Aku selalu bersedia mengantarnya ke mana pun ia hendak pergi. Sehingga ia sudah kuanggap seperti majikanku sendiri. Kau tahu, jika di rumah kita biasa mengenal istilah tamu adalah raja, maka sebagai seorang sopir aku mengadopsi istilah tersebut: penumpang adalah raja atau lebih tepatnya majikan. Itulah kenapa Nyonya Lussy telah kuanggap sebagai majikanku.

Malam itu, dalam perjalanan menuju hotel yang kami tuju, Nyonya Lussy menceritakan banyak hal mengenai kehidupan rumah tangganya padaku, terutama perihal suaminya yang konon kini berprofesi pejabat di pemerintahan kota.

“Aku tahu jalan ini salah, akan tetapi lebih salah lagi jika aku nggak milih kesalahan ini. Nggak ada pilihan lain kecuali harus memberikan pelajaran dengan jalan yang salah. Dan, ketika kesalahan sudah nggak dapat dihentikan dengan kebenaran lagi, maka pada saat situlah terkadang kesalahan bisa menjadi sebuah kebenaran.” Begitulah ceracaunya di dalam mobil.

Menurutnya suaminyalah yang menjerumuskan dirinya ke dunia malam seperti sekarang ini. Dulu ia adalah seorang perempuan biasa sebagaimana layaknya perempuan pada umumnya, punya cinta dan cita-cita. Akan tetapi, suaminya minggat dan bermain serong dengan perempuan lain setelah menghadiahinya seorang anak. Konon, Nyoya Lussy tidak mau berubah menyesuaikan kesuksesan karier sang suami yang pada saat itu mulai melonjak di kancah perpolitikan. Cantik tapi kolot, buat apa? Alasan yang sungguh sederhana dan klise. Tapi memang begitulah kenyataannya. Bukankah kenyataan hidup ini memang selalu demikian? Sekalipun aku tidak tahu apakah yang diceritakan Nyonya Lussy itu benar atau salah.

Perlahan-lahan, cerita demi cerita Nyonya Lussy selama di perjalan, tak terasa menemani kami sampai ke tempat tujuan malam itu. Setelah berhenti di pinggir jalan, dari balik kaca mobil, perempuan berambut pirang bergelombang itu menatap bangunan megah yang hendak ia masuki di seberang jalan sana. Ia merenung dan menghela napas sejenak, “Bisa minta tolong, nggak?” tanyanya.

“Minta tolong apa, Nyonya?”

“Ini memang sangat berat. Tapi kali ini saja. Setelahnya, aku berjanji nggak akan merepotkanmu lagi.”

“Apa itu, Nyonya?”

“Bantu aku bunuh suamiku!” Sebilah belati dan selembar foto diletakkannya begitu saja ke dasbor mobilku. Di tengah keremangan lampu mobil, kilat belati itu sedikit menyambar mataku. Kecil, pendek, tajam, dan tampak baru dan tentu saja tak pernah dipakai. Nyonya Lussy kemudian lanjut menceritakan ciri-ciri suaminya secara detail. Termasuk alamat kantor tempatnya bekerja.

Aku tercenung dan menghempaskan tubuhku ke sandaran sambil menepuk-nepuk jidatku. Membunuh seseorang? Bagaimana mungkin aku bisa melakukan itu. “Kenapa ingin membunuh suami? Bukankah Nyonya bilang jalan yang Anda tempuh ini adalah bentuk balasan terhadap suamimu?”

“Ya, benar. Tapi kurasa sakit hatiku belum terbayar sampai aku pastikan bangsat itu mati.”

“Maaf Nyonya aku tak bisa melakukan ini.”

Belum tuntas kalimat itu kuucapkan, Nyonya Lussy terlebih dahulu keluar mobil. Ia langsung beranjak menuju hotel itu dengan langkah sedikit terantuk-antuk. Perasaanku benar-benar tak karuan. Membunuh orang? Ah, mungkinkah aku bisa melakukan itu? Aku tenggelam dalam konidisi yang benar-benar membingungkan. Aku mengaktifkan tape dan merebahkan tubuh di kursi mobil untuk menenangkan diri. Belati yang diberikan Nyonya Lussy itu kuamankan dalam saku celanaku biar tak dilihat orang. Akan kusimpan nanti setelah di rumah. Siapa tahu suatu waktu aku juga berubah pikiran.

Firasatku semakin tak karuan setelah beberapa jam aku menunggu. Malam sudah hampir berbau pagi. Tidak biasanya ia melayani seseorang kliennya berlama-lama seperti ini. Paling lama biasanya satu jam, Nyonya Lussy telah keluar lalu menceritakan perihal pengalamannya di atas ranjang dengan laki-laki yang baru selesai dilayaninya. Beberapa saat kemudian, kuputuskan untuk masuk ke hotel dengan terlebih dulu minta izin pada staf front office. “Aku akan mencari temanku. Katanya, tadi, dia berada di kamar nomor B 15,” kataku pada mereka. Kemudian salah satu diantara mereka bersedia mengantarku.

Setelah sampai di depan kamar yang kutuju, petugas hotel itu pun kembali ke tempat semula. Akan tetapi, pada saat pintu kamar berhasil kubuka, Nyonya Lussy kulihat sudah terbujur kaku di dekat bed. Darah segar masih mengucur deras dari bagian perutnya yang telah berlubang. Aku terperanjat sambil menyapu seluruh isi kamar hotel, berusaha mencari penyebab atau pelaku penganiayaan sadis tersebut.

Lututku mulai bergetar. Kulihat kepala seseorang yang tak dapat kukenali hampir tertelan di balik jendela. Aku berteriak dan memberanikan diri mengejarnya. Sambil berlari aku mengeluarkan belati yang barusan kusimpan di saku celana. Kurasa inilah saat yang tepat untuk memanfaatkan senjata seadanya ini. Selain untuk melindungi diri, juga untuk membalas penganiayaan terhadap Nyonya Lussy, pikirku.

Namun, manusia misterius itu lenyap begitu saja tertelan gelapnya halaman belakang hotel. Setelah kusapu kondisi sekitar, dan tidak menemukan siapa pun di sana, aku kembali menghampiri dan merengkuh tubuh Nyonya Lussy. Tiba-tiba para petugas hotel telah berdiri di depan pintu dengan tatapan menghakimi. Pisau Nyonya Lussy yang masih kugenggam tanpa kusadari terlepas dari tanganku dan jatuh ke lantai.

“Bukan aku yang membunuhnya!” pekikku.

Tak ada satu pun diantara mereka yang menjawab. Kecuali seseorang diantara mereka menelpon entah siapa. Tak lama kemudian sirine mobil polisi kudengar bertalu-talu. Beberapa personel dengan senjata lengkap masuk dan segera mengitari kamar dengan line polisi. Aku diborgol dan tak bisa memberontak.

Hingga saat ini aku masih berpikir siapa sebenarnya yang membunuh Nyonya Lussy? Mungkinkah mantan suaminya yang brengsek itu? Kenapa polisi kesulitan mencari pelaku pembunuhan itu? Apakah mereka malas menyelidik kasus tersebut karena bukan kasus besar? Tapi, setahuku banyak kasus besar juga tak terurus oleh penegak hukum di negeri ini.

Di sela-sela memikirkan cara menemukan bukti-bukti itu, seketika wajah putriku Melia yang sedang gemasnya dipandang mata, dan istriku yang sedang hamil muda merangsek kepalaku. Kenapa pula aku mengambil belati Nyonya Lussy? Andai itu tak kulakukan, mungkin saja aku takkan masuk bui. Hah, rasanya kepalaku mau pecah!

Lombok Tengah, 2 Agustus 2021.

Wardie Pena, menulis cerpen, esai, dan resensi buku. Tulisan-tulisannya pernah dimuat beberapa media (lokal dan nasional), baik cetak maupun daring.

 

Rabu, 14 April 2021

Artikel Poluler

 

Merarik

Menilik Salah Satu Budaya Unik Suku Sasak Lombok

Sumber: Dokumen pribadi
Oleh: Wardie Pena

Dalam suatu pertemuan penulis di kota Bogor, seorang perempuan Sunda sempat bertanya ketika dia mengetahui status pernikahan saya. “Waktu nikah dulu, berarti Bapak nyongkolan, ya?” katanya. Sebagai seorang yang asing dan baru pertama kali bertemu dengannya, tentu saya cukup kaget. Terlebih, ketika seorang teman laki-laki dari perempuan tersebut yang berdiri tak jauh darinya menyahut dengan mimik heran, “Wah, jadi Mas menculik dong?” Spontan dua pertanyaan tersebut kemudian menimbulkan keingintahuan teman-teman yang berasal dari daerah lain di Nusantara. Mereka meminta saya menjelaskan secara kronologis, apa dan kenapa menculik itu biasa ditempuh dalam proses pernikahan adat Sasak.

Tentu dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi seperti saat ini, orang-orang bisa saja dengan mudah mengeksplorasi apa yang ingin mereka ketahui. Termasuk perihal adat-istiadat atau budaya daerah lain di Nusantara. Namun, apa yang didapat dari internet terkadang boleh jadi tidak memuaskan hasrat keingintahuan mereka. Karena itu, tidak heran jika mereka meminta saya untuk menjelaskan detail salah satu ikon budaya di daerah Lombok, NTB ini: merarik.

Timbulnya pertanyaan di atas tidak terlepas dari stereotip bahwa menculik merupakan sebuah keniscayaan dalam proses pernikahan adat Sasak. Disamping itu, adanya istilah “memaling” sebagai langkah awal dalam prosesi tersebut juga merupakan salah satu faktor yang menyetarakan merarik dengan kawin lari—meskipun tidak semua pasangan menempuh cara ini.

Sejauh ini, memang terdapat perbedaan pendapat dari tokoh adat Sasak mengenai hal tersebut. Haji Lalu Syapruddin, misalnya. Menurut pendapat beliau, banyak yang keliru dalam memahami  kata maling dalam proses merarik. Maling dalam hal ini tidak dapat diartikan sama dengan maling pada umumnya yang dilakukan oleh pencuri. Namun, maling dalam merarik itu maksudnya adalah dipalingkan dari kekuasaan sang Ayah dari pihak perempuan. Bukan maling atau mencuri sebagaimana yang dipahami secara umum.[1]

Selain beliau, tokoh lain yang mengomentari tradisi ini adalah M. Yamin. Merarik  berasal dari kata arik yang berarti adik perempuan. Karena itu, merarik secara bahasa berarti menikahi seorang gadis untuk dijadikan seorang istri kemudian dipanggil arik oleh suaminya dalam kehidupan keseharian mereka.[2]

Pendapat ini kemudian hampir mirip dengan pendapatnya Lalu Lukman. Menurut beliau, kata merarik berasal dari dua kata, mara yang berarti datang dan “ri’” yang berarti diri. Jadi, merarik berarti mendatangkan diri atau menyerahkan diri. Yaitu, penyerahan diri dari dua makhluk yang berlainan jenis untuk hidup bersama.[3]

Walaupun para tokoh di atas memiliki pandangan yang berbeda tentang istilah merarik. Tapi, setidaknya, benang merah yang dapat kita tarik adalah proses dari merarik ini dilangsungkan tanpa pengetahuan Ayah atau keluarga dari perempuan yang hendak dinikahi. Lagi pula, sebagaimana fokus di awal tadi, yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini adalah faktor yang mendorong pemuda Sasak dalam proses merarik. Adapun, beberapa faktor di bawah ini merupakan hasil pengamatan secara langsung di lapangan dan komunikasi dengan beberapa tokoh adat.

1.        Tradisi suku Sasak

Masyarakat Sasak yang pada umumnya melangsungkan pernikahan dengan kawin lari ini tidak terlepas dari rangkaian histrois. Yakni, karena memang cara tersebut sudah menjadi tradisi dari para leluhur Sasak. Sehingga sampai saat ini warisan tersebut masih berkembang, baik di kalangan masyarakat primitif maupun yang cenderung dinilai modern.

2.        Restu Orang Tua

Selain telah menjadi tradisi, tidak jarang juga masyarakat yang melakukan kawin lari karena alasan tidak direstui oleh orang tua perempuan. Karena dengan cara itu, keluarga dari pihak perempuan mau tidak mau akan merestui anaknya ketika ia dilarikan, sebab jika anaknya dikembalikan maka itu akan menjadi aib atau fitnah besar keluarganya.

3.        Rivalitas (Persaingan)

Dalam tradisi Sasak, dikenal adanya istilah beberayean (pacaran) dan midang (mengunjungi rumah seorang gadis). Hal ini menimbulkan adanya keleluasaan dari pihak laki-laki untuk mendatangi rumah si gadis yang ia inginkan dengan cara baik-baik (midang) dan memungkinan beraye (pacar) si gadis lebih dari satu orang pria.

Oleh sebab itu, pria yang satu akan merasa khawatir apabila suatu waktu pacarnya akan dibawa lari pemuda lain yang menjadi saingannya. Maka, untuk menghindari kemungkinan ini, pemuda yang menjadi pacarnya akan menculik si gadis terlebih dahulu sebelum pemuda saingannya tersebut. Filosofinya, dalam bahasa Sasak, adalah “Pataq reket pare rau, semarang ceket iye mauq” yang kurang lebih bermakna siapa yang cerdik, dialah yang dapat.

4.        Kondisi Ekonomi

Dalam hal pernikahan, masyarakat Sasak terkenal dengan ungkapan mereka, “Edaq ceriten mayit ndeq tetukaq” atau masyarakat lain dengan dialeq yang berbeda mengatakan, “Ndeq arak ceritene mayit ndeqne gin tetukaq” (tidak ada ceritanya mayit yang tidak akan dikubur). Ungkapan ini membuktikan keyakinan mereka yang kuat bahwa sesulit apapun kendala dalam keuangan, pasti akan dilewati (terlunasi) juga.

Atas dasar itu, banyak pemuda Sasak nekad untuk menikah dengan cara kawin lari meskipun mereka terhimpit secara ekonomis (keuangan). Tidak lain yang diharapkan untuk menyelesaikan biaya nikah adalah pinjaman uang baik dari keluarga, kerabat, teman, maupun tanggungan dari orang tua sendiri. Namun, berkat keyakinan mereka yang sangat kuat, hutang tersebut pasti dilunasi dalam jangka waktu yang tidak lama sesuai dengan perjanjian dengan pihak yang memberi hutang.

Disamping kondisi di atas, masyarakat Sasak juga seringkali dihadapkan pada sebuah pertimbangan yakni apabila pihak laki-laki yang hendak menikah dengan cara melamar, mereka biasanya dianggap sudah memiliki persiapan ekonomi yang matang sehingga orang tua si gadis calon istrinya tidak jarang meminta uang mahar yang tinggi. Maka, untuk menghindari ini, si pemuda tersebut terpaksa menempuh kawin lari, sebab tawar menawar mahar dapat dilaksanakan di kemudian hari pada proses membicarakan ajikrama atau pesuka (mahar) dengan orang tua.

5.        Maskulinitas (Kejantanan)

Pemuda Sasak rata-rata memiliki nyali (keberanian) yang cukup tinggi dalam menunjukkan kejantanan mereka. Ini terlihat ketika mereka mengadu keberanian dalam berbagai acara tradisional seperti peresean[4] dan sebagainya. Mereka, terutama masyarakat primitif, akan merasa bangga ketika bisa menunjukan kejantanan mereka di muka umum.

Penjiwaan seperti ini akan terbawa dalam hal pernikahan sehingga membawa lari seorang gadis yang menjadi calon istrinya adalah pilihan utama. Hal ini merupakan sebuah kebanggaan yang dapat ditunjukkan kepada pemuda (Sasak) lainnya. Disamping itu, si gadis juga terkadang akan merasa bangga ketika ia bisa dibawa lari oleh seorang pemuda yang akan menjadi calon suaminya.

6.        Superioritas

Faktor yang terakhir ini dapat berlansung apabila seorang pemuda berkeinginan untuk menikah dengan seorang gadis yang ia kenal dekat, namun si gadis merasa belum siap atau tidak mau menikah dengan pria tersebut. Maka alternatif terakhirnya adalah dengan membawa lari si gadis tersebut. Adapun tekhnik yang sering ditempuh dalam proses ini adalah dengan tim yang terdiri dari dua atau lebih orang. Satu orang bertugas untuk mengelabui si gadis agar bisa keluar dari kekuasaan orang tua atau keluarganya. Satu orang lainnya bertugas menjemput dan membawa si gadis ke suatu tempat atau lansung ke rumah calon suaminya.

 Faktor-faktor di atas bukanlah sebuah hal yang mutlak. Tentu saja masih terdapat faktor atau alasan lain yang mendorong terjadinya kawin lari di kalangan pemuda Sasak. Uraian singkat ini hanyalah sebuah usaha menyuguhkan wisata budaya Sasak kepada teman-teman di luar pulau Lombok. Karena itu, mohon kepada para pemangku dan pemerhati adat Sasak agar tidak menafsirkan uraian singkat ini sebagai sebuah kelancangan kultural.

Lombok Tengah, 26 Desember 2017.

Wardie Pena, menulis Cerpen, Esai dan Resensi. Beberapa diantaranya telah dimuat di berbagai media lokal dan nasional. Bulan Agustus lalu, artikel opininya di bidang pendidikan masuk nominasi 10 besar dan mendapat penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Buku tunggalnya, Negeri Antah Berantah (Penerbit MM, 2016).

 



[1] Disampaikan dalam Pelatihan dan Pembekalan Pengurus Bale Sangkep Desa Sintung dan Desa Kekait di Universitas Muhammadiyah Mataram pada tanggal 30 April.

[2] Aniq Ahmad, F. 2012. Konflik Peran Gender Pada Tradisi Merarik di Pulau Lombok, Conference Proceedings: Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS XII), halaman 2324.

[3] Ibid.

[4] Tradisi adu ketangkasan (semacam olahraga) dengan saling memukuli dengan sebuah tongkat yang terbuat dari rotan.

Kamis, 25 Maret 2021

Materi Pelajaran

 

STRATEGI DAN TRIK JITU MENJAWAB SOAL UJIAN SEKOLAH

Sumber: https://edukasi.kompas.com/read/2020/01/06/07430561/jangan-lupa-maret-april-2020-un-bagi-siswa-kelas-3-smp-sma-dan-smk 


Sebelum mempelajari strategi menjawab soal Ujian Sekolah (US), perlu diketahui bahwa jenis soal yang ada dalam US adalah:

Ø Menjawab soal berdasarkan teks singkat (Short Functional Text)

Ø Menjawab soal berdasarkan teks panjang (Long Functional Text)

Ø Mengurutkan kata-kata acak menjadi kalimat yang benar.

Ø Mengurutkan kalimat-kalimat acak menjadi paragraf yang benar.

                                                                  

    Short Functional Text

    Announcement       

Advertisement

Letter

Notice

Greeting Card                                                              

Long Functional Text                                                           

    Descriptive

Procedure

Report

Recount

Narrative

Common Trick (Trik Umum):

ü  Pahamilah soal dengan baik

ü  Jika soalnya adalah menjawab berdasarkan teks maka temukan inti atau kata kunci yang ditanyakan kemudian carilah kata tersebut dalam teks. Jika, kata tersebut berkaitan dengan maksud soal maka itulah jawabannya.

ü  Jika soalnya adalah menjawab berdasarkan teks, jangan membaca teks terlebih dahulu sebelum mulai membaca soal.

Yuk simak uraian lebih rinci sesuai dengan jenis soal di bawah ini!

A.      CONTOH SOAL DARI SHORT FUNCTIONAL TEXT

1.    Announcement (Pengumuman)

Scout Association of SMP Islam Al-Ikhlashiyah

To: All members

 

In order to celebrate our Independence Day, we are going to go camping at Abangan from 14th to 16th of August 2021.

The contribution is Rp. 50.000. Those who want to join the activity please contact Mr. Gunawan.

Registration will be opened starting from 5th August 2021.

For further information, please contact the committee.                                       

                                                                                        Nurmala.

                                                                                        Chair person

Pertanyaan: The camping will start on...

A.       5th of August 2021

B.        14th of August 2021

C.        15th of August 2021

D.       16th of August 2021

2.    Advertisement (Iklan)

Sumber: soal latihan Ujian Nasional tahun 2013






 

Pertanyaan: What is offered in the advertisement?

A.       Notebook

B.        Mobile phone

C.        Personal computer

D.       Digital camera

 3.    Letter (Surat)

Jl. Jenderal Sudirman Unit 2735
Kelapa Gading
Jakarta 13570

March 10th, 2021

Dear Zakiah Nurmala,

Please let me express my deepest sympathies to you and the children. I was shocked and shattered when I heard about Sabari's horrific accident. I can't even imagine what you have been going through for the past ten days.

As you know, Sabari and I have been colleagues and friends for the past eight years. His tragic loss leaves a terrible void in our office. He was so well-liked and respected by everyone who came into contact with him, both colleagues and clients alike. He had tremendous people skills, and as such, was a role model in our company and the industry at large.

I trust that, when they are older, the children will be made aware of what an outstanding person Sabari was in his professional life.

Zakiah, please feel free to contact me if I can help in any way while you go through this very difficult period. I will support you in any way that I can should you reach out to me.
Also, please tell the children how terribly devastated all of us are here at the company due to their Father's tragic passing.

 

Sincere sympathy,

Mustahaq Davidson

 Pertanyaan: What’s the relationship between Mustahaq Davidson and Sabari?

A.       They were clients.

B.        They were colleagues.

C.        They were schoolmates.

D.       They were neighbors.

 

4.    Notice (Peringatan)

Sumber: https://www.englishcafe.co.id/definisi-dan-contoh-text-peringatan-singkat-notice-warning-dan-caution-dalam-bahasa-inggris/

Pertanyaan: What does the sign mean?

A.       Don’t touch the material

B.        Put our hands on the material

C.        Touch the material with our hands

D.       Don’t keep the material and the equipment

 5.    Greeting Card (Kartu Ucapan)

Congratulation!

For having the first champion in this year’s Scrabble Tournament.

Your strategy worked well for you.

Enjoy your new-found fame and the prizes

Cheers!

 


Pertanyaan: The text was written to…

A.       Greet someone in his success

B.        Praise someone in enjoying a fame and prizes

C.        Appreciate someone in applying good strategies

D.       Congratulate someone in winning Scrabble Tournament


B.     CONTOH SOAL DARI LONG FUNCTIONAL TEXT

1.    Main Idea Questions (Pertanyaan mengenai gagasan utama)

Contoh Pertanyaan (Soal)

·  What is the main idea of....?

·  The text mainly talks about...

·  The text above is intended to…

·  The text is about...

·  What is the topic of the text?

·  What is the main idea of paragraph...?

Cara Menemukan Jawaban

Baca kalimat pertama pada tiap-tiap paragraf dan kalimat pertama dan terakhir pada paragraf terakhir.

Cara menjawab

Temukan kata yang sering disebut secara berulang dalam teks, itulah jawabannya dan main idea biasanya dikemas dalam sebuah kalimat.

Contoh Teks:

 Whales are sea-living mammals. They therefore breathe air but cannot survive on land. Some species are very large indeed and blue whale, which can exceed 30 cm in length, is the largest animal to have lived on earth. Superficially, the whale looks rather like a fish, but there are important differences in its external structure: its tail consists of a pair of broad, flat, horizontal paddles (the tail of a fish is vertical) and it has a single nostril on top of its large, broad head. The skin is smooth and shiny and beneath it lies a layer of fat (blubber). This is up to 30 cm in thickness and serves to conserve heat and body fluids.

Pertanyaan: What is the main idea of the text?

A. Whale looks rather like a fish.                                   C. Blue whale is a large animal.

B. Whale cannot survive on land.                                  D. Whales are sea living mammals.

2.    Vocabulary Questions (Pertanyaan mengenai kosakata)

Contoh Pertanyaan (Soal)

·   The underlined word means...

·   The word in line...is closest in meaning to...

·   The word in line...can be replaced with..

·   Penyesuaian kata dalam paragraf

Cara Menemukan Jawaban

Temukan kata yang ditanyakan dalam teks.

Cara menjawab

Setelah menemukan kata dalam teks, lihat konteksnya dan sesuaikanlah dengan alternatif jawaban. Selain itu, perkayalah kosakata anda.


Contoh Teks:

Your body needs energy, protein, minerals, vitamins, and fibre. In order to get all of these, it is important to have a varied and balanced diet, and to eat the right amount of food. Your body "burns" food to energy: the amount of energy provided by food is measured in units called calories. How many calories do you need? This depends on your weight and on what you do. When you are sleep, your body uses nearly one calorie an hour for every kilogram of weight. So a person who weighs seventy kilos uses about 560 calories while sleeping for eight hours. More calories are needed for different activities from 100 calories an hour for reading or watching TV, to 350 calories an hour for playing football. To calculate the number of calories needed per day for an everage person, first find out the person's ideal weight. Then multiply the weight by 40 for a woman or 46 for a man. A 60 - kilo woman may need about 2400 calories a day - more if she does heavy physical work and less if she is very inactive.

Pertanyaan: “... more if she does heavy physical work and less if she is very inactive.”

The underlined word means ...

A.       Very active                                                           C. Rather active

B.        Quite active                                                           D. Not active

3.    Finding Unstated Information (Menemukan Informasi Tersirat)

Contoh Pertanyaan (Soal)

·  The following statements are true, except...

·  Which statement is not about...?

·  Which of the following is not mentioned in...?

·  What is…?

Cara Menemukan Jawaban

Lihatlah subjek atau kata yang ditanyakan dalam teks. Jawabannya biasa berurutan dengan kata yang ditanyakan akan tetapi ia tidak disebutkan melainkan kita yang harus memahami maksud dari rincian tersebut.

Cara menjawab

Setelah menemukan kata inti yang ditanyakan. Lihatlah rincian mengenai subjek yang dipertanyakan dengan menyesuaikannya dengan pertanyaan. Lalu, simpulkanlah maksud dari rincian tersebut


Contoh
Teks:

My father died of cancer five years ago when I was 3 years old. He left my mother and me, their only boy. Last year my mother married Mr. Daud. He was a widower and he had got two children, Andi and Siska. Mr. Daud now becomes my step father. Andi and Siska become my step brother and step sister. Both of them are older than me. We live happily in my step father's house. Now, we are waiting for the birth of my mother's baby.

Pertanyaan: What is the relationship between the writer, Andi and Siska?

A.       Andi and Siska are the writer’s cousins.

B.        The writer is Andi and Siska’s step brother.

C.        Andi and Siska are the writer’s brother and sister.

D.       The writer is Andi and Siska’s children.

4.    Ordering The Sentence or Paragraph (Mengurutkan kalimat atau paragraph)

Contoh Pertanyaan (Soal)

·   The best order of paragraph is....

·   Arrange the word into good sentence

·   Arrange the sentences into good paragraph

Cara Menemukan Jawaban

Kata atau kalimat yang akan diurutkan telah tertulis.

Cara menjawab

Pahami maksud dari tiap-tiap kata atau kalimat. kemudian urutkanlah sesuai dengan urutan paragraf yang baik yaitu kalimat pengenalan, kalimat inti atau isi daripada paragraf dan kalimat penutup.


Contoh Soal
Mengurutkan Kata menjadi Kalimat     : Arrange the words to make a meaningful sentence!

Newsdeliversita lot ofandthe readerstoinformation.

1                 2           3        4            5          6               7           8

A.       3 – 2 – 1 – 5 – 4 – 8 – 7 – 6

B.        3 – 2 – 4 – 1 – 5 – 8 – 7 – 6

C.        3 – 2 – 6 – 7 – 4 – 8 – 5 – 1

D.       3 – 2 – 4 – 7 – 6 – 1 – 5 – 8

Contoh Soal Mengurutkan Kalimat menjadi Paragraph        : Arrange the sentences below to make a good paragraph!

1. It makes Indonesia rich in custom houses.

2. Indonesia has many ethnic groups.

3. Every province has its own custom houses.

4. There are so many custom houses.

5. West Kalimantan has Bentang.

6. For example, Central Java has Joglo.

7. Central Sulawesi has Toraja and there are still many others.

A.  2 – 4 – 3 – 1 – 6 – 5 – 7

B.  2 – 4 – 6 – 5 – 7 – 3 – 7

C.  2 – 4 – 6 – 3 – 5 – 1 – 7

D.  2 – 4 – 7 – 5 – 6 – 3 – 7

5.    Pronoun Reference (Rujukan Kata Ganti Kata Benda)

Contoh Pertanyaan (Soal)

·   The word....in line...refers to...

·   What is the word....in line....refers to?

·   The pronoun...in line...refers to...

Cara Menemukan Jawaban

Lihatlah kata ganti dan letaknya sesuai dengan pertanyaan.

Cara menjawab

Setelah menemukan kata ganti yang ditanyakan, lihatlah urutan kalimat sebelumnya. Perhatikan kata ganti yang terdapat disana. Sesuaikan dengan kata ganti yang ditanyakan maka itulah jawabannya.


Contoh Soal:

My father died of cancer five years ago when I was 3 years old. He left my mother and me, their only boy. Last year my mother married Mr. Daud. He was a widower and he had got two children, Andi and Siska. Mr. Daud now becomes my step father. Andi and Siska become my step brother and step sister. Both of them are older than me. We live happily in my step father's house. Now, we are waiting for the birth of my mother's baby.

Pertanyaan: He was a widower ...” (line 2). What does “he” in the sentence refer to?

A.       The writer’s father                                     c. The writer

B.        The only boy.                                            d.  Mr. Daud

6.    Implied Detailed Questions (Pertanyaan yang menyimpulkan)

Contoh Pertanyaan (Soal)

·  From the text we can say that....

·  What is the purpose of the text?

·  Where can you find the...?

·  From the text we can conclude that...

·  It can be inferred from the text that...

Cara Menemukan Jawaban

Jawaban terletak dalam urutan paragraf.

Cara menjawab

Temukan kata kunci yang ditanyakan. Simpulkan maksud dari rincian tersebut dan sesuaikanlah dengan alternatif jawaban yang tersedia.


Contoh Soal:

My father died of cancer five years ago when I was 3 years old. He left my mother and me, their only boy. Last year my mother married Mr. Daud. He was a widower and he had got two children, Andi and Siska. Mr. Daud now becomes my step father. Andi and Siska become my step brother and step sister. Both of them are older than me. We live happily in my step father's house. Now, we are waiting for the birth of my mother's baby.

Pertanyaan: From the text we know that the writer…

A.       Has no sibling                                                       C. Has two siblings

B.        Has one siblings                                                    D. Will have three siblings soon


Note: Materi ini diambil dari berbagai sumber untuk keperluan atau bahan pelajaran siswa di rumah pada masa pandemi covid-19 

Cerpen

  Wasiat Kiai Seman ilustrasi ini diunduh dari https://himpuh.or.id/blog/detail/70/detik-penaklukkan-makkah-oleh-rasulullah-dan-para-sahabat...