Boneka Teddy Bear
“Andini suka
boneka!”
Fiona
menghampiriku dan mengucapkan kalimat itu setengah berbisik ke telingaku.
Kurasakan angin sedikit berkesiut dari bibirnya yang berlipstik cokelat muda
siang ini. Aku tak tahu entah itu lipstik atau apa? Yang jelas kulihat bibir Fiona
yang semula kering dan retak-retak seperti tanah musim kemarau, jadi tampak
mulus dan seksi dengan baluran benda itu. Ah, lagipula, mana kuhapal alat-alat
kosmetik wanita. Fiona memang satu-satunya siswi paling centil dan nyentrik di
sekolah.
Tentu saja aku
terperangah mendengar perkataan Fiona, mengingat apa yang kuelu-elukan selama
ini bakal segera menjadi nyata. Kurengkuh bahu Fiona lalu
mengguncang-guncangnya, tapi ia menepis dengan sigap, dan tepisan itu berbuah
surukan ke kepalaku. Sial, tangan cewek satu ini terkadang suka menjelma jadi
tangan cowok.
“Biasa aja
kaleee!” serunya kemudian.
“Oh, ya, tapi
boneka apa, Na?”
Fiona
mendongak langit, berusaha mencari tahu jenis boneka yang Andini sukai di balik
awan yang berpijar-pijar di angkasa sana, “Mmm…pokoknya boneka dah, De.”
Aku
mengernyitkan dahi lalu, “Masak sih kamu nggak tahu jenis bonekanya? Bukankah
kamu sering main ke rumahnya?”
Fiona
menggeleng pelan. Sekarang melirik dedaunan pohon kenari di depan pagar
sekolah. Barangkali, dia mau bertanya pada dedaunan pohon yang membisu itu.
“Mmmm…kayaknya
sih boneka teddy bear, De,” kilahnya perlahan.
Aku bingung
dengan gelagat Fiona. Dia seperti orang takut bicara. Tapi, yah, ya sudahlah.
Toh aku sudah dapat apa yang kuminta darinya.
“Oke, Na, thanks
ya infonya.”
“Oke…oke. Aku
pulang duluan, ya? Eh, tapi, awas jangan bilang-bilang sama Andini apa yang
kuceritakan tadi, ya?” ancam Fiona.
Dia lalu
beringsut dari bangku teras sekolah dan menghampiri Andini yang tengah berdiri
seorang diri menunggu bus di dekat gerbang sekolah.
Aku
meninju-ninju angin, lalu mengambil buku agenda dan sebuah polpen dari dalam
tas. Di lembar ke lima belas kucatat; tanggal 13 Juli 2017, Andini suka boneka
teddy bear. Berarti sekarang tinggal tunggu tanggal mainnya, yakni tanggal 21
Agustus 2017—hari ulang tahun Andini—yang kuperoleh dari hasil konspirasiku
dengan Mbak Nisa, staf tata usaha sekolah.
-***-
Sejak kelas X
aku memang sudah suka sama Andini, tapi aku tak pernah berani mengungkapkan
perasaan secara langsung. Bila hari aku pernah nembak dia melalui sms, tapi dia
menolakku. Karena menurutnya aku cowok tak gentle. Sebetulnya aku bukan
takut, tapi masalahnya, ah, bingung juga. Tidak tahu kenapa jikalau ngomong
dengan cewek yang kuidolakan, dadaku selalu serasa mau beralih ke lutut.
Mulutku rasanya seolah beralih fungsi jadi telinga. Pada saat-saat seperti
itulah aku merasa diri manusia paling tolol di planet bumi ini.
Mungkin Andini
terlalu istimewa bagiku. Ia memang tak secantik bidadari, model iklan,
pragawati, Miss Indonesia, atau apalah yang menunjukkan level cewek paling
cantik. Akan tetapi ia begitu anggun di mataku saat bibirnya mengulum senyum.
Matanya yang agak sipit mengingatkanku pada cewek-cewek di film drama korea.
Aku ingin saja menghindari tatapannya di kelas, tapi kadang aku merasa rugi tak
melihat wajahnya sehari saja. Sekarang kami sudah sama-sama kelas XI. Itu
artinya sudah sekitar setahunan aku menyukai Andini. Karena itulah, kupikir sudah
saatnya aku berani mengungkapkan perasaan secara langsung padanya.
Dan gagasan
ini kuperoleh dari Bik Endang, istri Paman Retno.
“Cewek sangat
suka jika ada cowok yang diam-diam tahu bahwa dia menyukai sesuatu. Kamu ngerti
kan maksudku, De?” ungkap Bik Endang suatu ketika.
“Ngerti, Bik.”
“Jadi, kasih
aja cewek yang kamu idolakan itu apa yang dia suka. Misalnya boneka, buku,
bunga, atau apa aja yang dia suka. Apalagi kalau kamu kasih dia pada hari-hari
spesial seperti hari ulang tahunnya, hari 17-an, hari lebaran, dan seterusnya.
Kamu ngerti kan maksudku, De?”
“Ngerti, Bik.”
Bik Endang
kadang suka cerewet dan nyinyir, tapi dia orangnya baik dan pengertian sama
urusan anak muda.
-***-
Semua tamu
sudah hadir di rumah Andini. Teman-teman sekolah sudah berada di dalam. Irama
musik sudah terdengar mengalun dari luar. Aneka jejanan dan kue sudah terjejer
di sepanjang meja tamu. Kue ulang tahun Andini, lengkap dengan lilin angka 17
bertengger di pucuk kue. Aku datang membawa sebuah kotak kado berisi boneka
teddy bear ukuran jumbo. Dan sebagaimana rencana awal, aku datang bersama
Fiona.
“Selamat ulang
tahun, Dini,” ucapku sambil menyerahkan kado.
Bibir Andini tersenyum.
Dadaku serasa ditindih beban berat. Anggun sekali wajahnya sore ini. Aku
mengatur napas, lalu meminta Andini langsung membuka kado itu di depan
teman-teman.
“Buka dong, Dini,”
pintaku.
Teman-teman sekolah
yang hadir pun turut gegap gempita menyambut keberanianku. Andini lalu
mengintip isi kado itu dan mengeluarkannya, “Boneka?” serunya. Tapi entah
kenapa raut wajahnya tampak heran dan penuh tanda tanya. Mulutnya mengembang
senyum, “Terimakasih ya, De,” ucapnya.
Fiona yang
semenjak datang langsung mengambil tempat di samping Andini, tampak resah
seperti sedang menanti seseorang. Beberapa kali ia membuang mata ke arah
teman-teman kelas, lantas mengerling ke arahku beberapa kali. Namun, senyum itu
terlihat kikuk dan dibuat-buat. Beberapa saat kemudian, Fiona menghamburkan
diri tanpa seutas kata, meninggalkan kami yang tengah euforia. Entah kenapa
anak centil itu pergi? Aku tak peduli. Mataku hanya tertuju pada raut wajah
Andini.
“Kamu suka
kan, Dini?” tanyaku.
“Dede, maaf,
aku bukan nggak suka. Tapi, yang suka boneka teddy bear itu sebenarnya
Fiona. Aku sukanya boneka stitch!” bisik Andini.
Aku mendengus.
Pandanganku meloncat ke arah pintu yang dilalui Fiona barusan. Mungkinkah anak
itu suka padaku?
Lombok Tengah, 13 Juli 2017.
Wardie Pena, selain berprofesi sebagai guru,
juga aktif menulis cerpen, esai dan resensi di media massa. Buku terbarunya,
Antologi (bersama) Cerpen berjudul “Takra” ( 2017). Pada Agustus 2017 lalu,
artikel opininya masuk finalis 10 besar pada lomba Jurnalistik yang
diselenggarakan oleh Sahabat Keluarga Kemdikbud dan diberikan penghargaan oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sejak lahir hingga saat ini berdomisili
di Lombok Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar