Mengikuti
Jejak Orang-Orang Bijak
Oleh: Marzuki
Wardi
Dimuat di Media Jateng Post Edisi hari Minggu, 01 Juli 2018 |
Judul : Membuka Pintu Harapan
Penulis : Prito Windiarto
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Terbit : 2018
Tebal : 227 Halaman
ISBN : 978-602-04-5808-3
Buku ini
mengajak kita untuk merenungi betapa besarnya pengaruh sebuah harapan dalam
hidup kita. Melalui kisah orang-orang bijak, kita bisa mengambil peajaran
bagaimana mereka menghadapi rintangan demi rintangan dalam menggapai puncak
kesuksesan mereka. Seperti Abraham Lincoln, Presiden Amerika ke 16 misalnya,
yang digambarkan oleh penulis sebagai sosok yang menolak putus asa (Hal. 36).
Pada usia 22 tahun, ia mengalami kegagalan dalam berbisnis. Kemudian, selang
satu tahun, ia kalah dalam pencalonan sebagai anggota legislatif. Tahun
berikutnya, ia berhasil terpilih menjadi anggota badan legislatif pada usia 25
tahun. Akan tetapi, satu tahun setelahnya, sang kekasih meninggal dunia yang
membuatnya cukup depresi. Tidak hanya itu, kegagalan yang dialami sebelumnya
seakan menjadi titik tolak bagi kegagalan-kegagalan berikutnya. Rangkaian
kegagalan dan peristiwa mengecewakan terus-menerus menyelimutinya. Namun, pada
akhirnya ia terpilih menjadi presiden Amerika Serikat pada usianya yang ke-52.
Ia lalu dikenal sebagai presiden yang berhasil membawa bangsanya keluar dari
perang saudara.
Kisah
inspiratif lainnya yang tak kalah menarik dalam buku ini adalah Hirotada
Ototake, seorang pria Jepang kelahiran 6 April 1976. Terlahir tanpa tangan dan
kaki, tidak membuat pria yang akrab dipanggil Oto ini menyerah begitu saja
dalam meraih mimpinya. Saat memasuki usia sekolah, ia pernah mengalami
kesulitan mendapatkan sekolah yang mau menerimanya dengan alasan tidak ada
fasilitas kursi roda bagi murid sepertinya. Beruntunglah ia menemukan sebuah
sekolah yang masih peduli dengan anak berkebutuhan khusus seperti dirinya,
yakni SMP Yohga dan SMA Toyama Metropolitan. Selepas dari sana, Oto melanjutkan
kuliah di Universitas Waseda, salah satu universitas unggulan di Jepang.
Prestasinya melejit. Setelah lulus ia kemudian mengabdikan diri sebagai guru di
sebuah SD. Ia dikenal sebagai pendidik yang penuh dedikasi. Selain itu, satu
prestasi gemilang yang dicatat dunia adalah ia berhasil menulis sebuah buku
berjudul Gotal Fumanzoku (No One’s Perfect). Sebuah masterpiece yang kemudian diterjemahkan
ke berbagai bahasa dan dibaca oleh jutaan orang.
Tidak hanya
mengenai sukses dalam hal mengejar karir. Dalam buku ini penulis juga
mengisahkan bagaimana perjuangan orang-orang bijak dalam melawan frustasi dan
depresi untuk sembuh dari penyakit. Sebagaimana yang dialami oleh seorang
penulis kawakan, Pipiet Senja, misalnya. Penulis bernama asli Etty Hadiwati ini
pernah menderita penyakit mematikan, thallassemia.
Ia sudah beberapa kali masuk ICU dan ruang isolasi. Meskipun demikian, ia
tak mau menyerah. Perempuan yang telah menelurkan karya-karya best seller tersebut rutin menjalani
cuci darah wajib dua bulan sekali. Upaya ini tentu saja menelan biaya yang
tidak sedikit. Namun, itu tak dijadikannya rintangan. Ia tetap bekerja keras
menulis buku, menjadi editor, kerja kantoran, dan lainnya. Sehingga biaya
pengobatan yang mahal bisa tertutupi dan ia akhirnya sembuh dari penyakit
bahaya itu.
Jadi, apa yang
membuat ketiga tokoh di atas tidak berhenti berjuang meski mengalami kegagalan berkali-kali
dan rintangan berat? Jawabannya adalah “harapan”. Ya, harapan lah yang membuat
mereka tidak menjadikan keterbatasan sebagai alasan untuk menyerah. Harapan
menumbuhkan optimisme dan energi yang membuat mereka bangkit dari keterpurukan.
Harapan menjadikan mereka lebih bijak menghadapi segala bentuk persoalan. Sebagaimana
judulnya, penulis membagi buku ini menjadi beberapa pintu, tepatnya sembilan
bagian yakni delapan pintu harapan plus satu pintu gerbang kekuatan harapan
yang masing-masing menyajikan kisah-kisah inspiratif dari berbagai tokoh dan
latar belakang. Namun, keahlian penulis dalam menyelipkan saran dan motivasi
menjadikan buku ini tidak sekedar berupa kumpulan kisah atau cerita. Sehingga
sangat tepat dijadikan sebagai bahan pelajaran dan renungan dalam menjalani
hidup ini.
Lombok Tengah,
15 Juni 2018
Marzuki Wardi, alumnus
Pendidikan Bahasa Inggris (FPBS) IKIP Mataram. Menulis Cerpen, Esai dan
Resensi. Bermukim di Lombok Tengah, NTB.
Sip, Ustadz. Sama-sama
BalasHapus