Sabtu, 19 November 2022

Esai Pendidikan

 

The Learning Law of Interaction

Sebuah renungan

sumber gambar: https://cermin-dunia.github.io/denah/post/gambar-guru-dan-murid/


Sudah beberapa kali saya menjadi pemateri pada kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) di sekolah kami. Bukan sombong, boleh jadi rekan-rekan guru melihat rekam jejak (prestasi) saya yang bagi mereka mungkin lebih tinggi dari pada guru lainnya. Sehinga mereka merekomendasikan saya mengisi materi dengan topik bimbingan belajar efektif, meskipun saya sendiri belum merasa maksimal dalam hal itu. Tetapi, mau bagaimana lagi, tidak mungkin juga, kan, saya tolak permintaan itu? Singkat cerita, akhirnya saya iya-kan saja.

Hal pertama yang kemudian muncul dalam benak saya ialah bagaimana membuat siswa-siswa itu terkesan dengan saya sejak pertemuan pertama. Bukankah pepatah mengatakan kesan pertama paling lama diingat? Saya pun berupaya mengail kesan mereka dengan memajang foto-foto prestasi yang pernah saya raih di PPT presentasi: dari foto saat menerima penghargaan di Jakarta, beberapa karya tulis yang pernah muat media, buku, hingga beberapa capaian lainnya. Dan, itu saya bumbui dengan cerita-cerita yang sedap-sedap pedas layaknya seorang motivator betulan. Di samping untuk menarik kesan, sebagai seorang guru baru di mata mereka, saya tentu ingin terlihat berwibawa juga. Dengan begitu, mereka percaya bahwa saya guru yang mampu membawa mereka berhasil pada mata pelajaran yang saya ampu.

Namun, apa yang terjadi? Rupanya tanggapan mereka biasa-biasa saja, bahkan terkesan dingin. Sebagian memang mengangguk-angguk sambil memerhatikan, tetapi mereka tidak tampak tertarik dengan opening story (cerita pembuka) yang saya kira mengagumkan. Ada tepuk tangan, juga kesannya tidak lepas dan cenderung untuk menghargai saja. Saya jadi berpikir apakah ada yang salah dengan cara penyampaian saya? Apakah gaya bicara saya kurang asyik? Ataukah mereka memang kurang tertarik dengan topik yang saya sampaikan? Padahal saya sudah berusah-payah menyiapkan materi presentasi yang menurut saya menarik. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu terus bermunculan hingga saya memutuskan mengulanginya di kelas pada saat kegiatan belajar-mengajar (KBM). Dan hasilnya ternyata tidak jauh berbeda, respon mereka tetap saja acuh tak acuh.

Di sisi lain, seorang teman saya yang dari segi karier dan prestasi biasa-biasa saja justru selalu dikerumuni siswa (baru) tersebut. Hampir setiap jadwal mengajar kosong, dia selalu dihampiri siswa. Bahkan, ruangannya selalu ramai, karena kebetulan dia juga seorang kepala perpustakaan. Intinya, banyak siswa datang kepadanya dengan berbagai keperluan; dari meminta pendapat, penjelasan materi, saran, hingga curhat soal masalah pribadi. Dan, semua itu pun dia layani selama sempat dan mampu.

Ini cukup mengejutkan. Saya sebagai guru yang digadang-gadang sejak awal sebagai motivator, kok tidak dikejar-kejar siswa? Kenapa hal ini bisa terjadi? batin saya. Diam-diam saya jadi sering mengamati gerak-gerik teman tersebut. Saya sering mencuri dengar dan pandang ketika berada di ruangannya. Saya memerhatikan pola komunikasinya dengan siswa, termasuk gaya mengajarnya jika sesekali saya melewati kelasnya. Dan, dari apa yang saya lakukan itu saya mengambil kesimpulan bahwa rahasia rekan saya itu ialah “ketertarikan”. Ya, betul, dia memiliki ketertarikan yang cukup besar pada siswa.

Rupanya benar apa yang dikatakan Dale Carnegie, kita bisa mendapat lebih banyak teman dalam dua bulan dengan secara murni menaruh perhatian kepada orang lain dibandingkan dengan dua tahun berusaha membuat orang lain tertarik pada diri kita.[1] Ya, jadi kuncinya adalah ketertarikan. Tentu saja ketertarikan dalam arti yang positif. Terdengar sederhana, bukan? Tetapi, lihat, dengan ketertarikan seseorang jadi punya perhatian kepada orang lain. Dengan ketertarikan kita jadi peduli dengan orang lain. Dengan ketertarikan, komunikasi jadi berlangsung hangat, cair, dan mengalir.

Demikian yang saya lihat pada diri rekan saya itu. Ketertarikan mendorongnya untuk menggali minat, potensi, bahkan masalah siswa. Ketertarikan membuatnya enggan menolak ketika dia dibawakan seabrek masalah sekalipun. Ketertarikan itu melahirkan kepedulian yang akhirnya mendorong dirinya untuk mencarikan mereka solusi atas permasalahan yang mereka keluhkan. Ketertarikan pada (dunia) siswa membuatnya menjadi pribadi terbuka bagi mereka yang ingin menyampaikan keluh kesahnya, Singkatnya, pada orang seperti dialah saya melihat law of interaction,[2] yakni hukum ketertarikan dalam interaksi: seorang akan cenderung tertarik pada orang yang tertarik (menaruh perhatian) padanya.

Dalam law of attraction, semesta akan mendukung apa yang benar-benar pikiran kita pusatkan. Sebab, dengan begitu segala energi yang kita miliki akan kita curahkan padanya. Dalam hal interaction (interaksi), seseorang yang dari dalam hatinya sudah ada ketertarikan kepada orang lain, perhatiannya cenderung tertaut padanya. Sehingga tanpa disadari dia juga akan mengalirkan sebagian besar energi padanya. Ketika hal itu dia lakukan maka orang lain akan memberi reaksi yang sama. Sederhananya, seseorang akan membalas apa yang telah kita lakukan padanya, yang dalam hal ini berupa perilaku, bukan sebatas imbalan atau jasa.

Sejak saat itu saya memahami bahwa siswa ternyata tidak memerlukan sosok guru yang membesar-besarkan diri di hadapan mereka. Melainkan mereka tertarik dengan guru berjiwa besar yang bebesar hati memahami mereka. Karena mereka percaya sosok guru seperti itulah yang mampu memberinya solusi atas persoalan yang mereka hadapi. Mereka memang tidak akan pernah menanggalkan rasa bakti kepada guru, tetapi hati mereka tertambat pada tipikal guru seperti itu.

Saya tentu tidak perlu berubah menjadi rekan saya itu untuk mendapat simpati siswa. Hanya, dari dia saya belajar makna law of interaction, bahwa menjalin interaksi hangat dan intens dengan siswa merupakan hal yang penting dalam menunjang ekosistem pembelajaran di sekolah. Sebentar, apakah kondisi ini berdampak pada keberhasilan KBM?

Lombok Tengah, 8 Agustus 2022



[1] Dikutip dari buku How to Win Friends and Influence People, hal. 56

[2] Istilah ini dipinjam dari teori Rhonda Byrne. Istilah aslinya Law of Attraction (hukum ketertarikan), yaitu semesta akan mendukung apa yang kita benar-benar upayakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerpen

  Wasiat Kiai Seman ilustrasi ini diunduh dari https://himpuh.or.id/blog/detail/70/detik-penaklukkan-makkah-oleh-rasulullah-dan-para-sahabat...