Sabtu, 19 November 2022

Esai Pendidikan

Alumni Guru Penggerak, Calon Kepala Sekolah Ideal?

(bagian 2)

Oleh: Marzuki Wardi

Sumber gambar: https://arwiranews.com/kampus/manajerial-kepala-sekolah-dalam-pelaksanaan-pembelajaran-blended-learning-di-era-new-normal/


Beberapa saat lalu, teman-teman Calon Guru Penggerak (selanjutnya disebut CGP) ribut di grup WA Guru Penggerak Kabupaten Lombok Tengah. Sebetulnya bukan ribut, tetapi mereka membincangkan mutasi dan pengangkatan kepala sekolah baru. Konon, ada beberapa kepala sekolah yang tidak memenuhi syarat administratif, seperti tidak adanya sertifikat pendidikan dan latihan (Diklat) calon kepala sekolah dan sejenisnya. Barangkali mereka keberatan, bagaimana bisa seorang yang tidak memenuhi syarat bisa lolos menjadi kepala sekolah? Hal ini sebetulnya tidak perlu dibuat heran. Karena rekrutmen kepala sekolah, seperti kita tahu, erat kaitannya dengan dunia politik—meskipun tidak semua dan sepenuhnya begitu.

Masa bodoh! Mana peduli saya dengan hal tersebut. Hanya saja saya cukup tertarik dengan ajakan seorang teman CGP. Saya merasa teman itu seperti seorang peserta uji nyali yang mengangkat tangan, butuh pertolongan. Sebab, ia berkali-kali meminta teman lain untuk ikut berkomentar soal pernyataan salah seorang pejabat atau entah kepala sekolah baru saat itu. Komentar tersebut mengenai tidak adanya jaminan kualitas seorang CGP jika menjadi kepala sekolah. Intinya teman itu merasa geram dan ingin agar teman-teman lain turut membela program yang sedang kami ikuti. Karena itu, saya kemudian membagi link esai saya yang berjudul “Alumni Guru Penggerak, Calon Kepala Sekolah Ideal?” yang saya tulis di SKH Radar Mandalika pada Januari 2022.

Tentu saja isi esai tersebut mewakili pembelaan saya. Pembelaan seperti ini saya kira lebih intelektual ketimbang komentar di bawah pengaruh emosi. Akan tetapi, perlu saya kabari esai itu ditulis ketika saya masih menjadi lalat di balik jendela.[1] Ya, betul, saya waktu itu belum mengikuti Diklat Guru Penggerak. Jadi, saya hanya menatap program tersebut dari balik jendela (membaca dari modul). Saya mungkin saja melihat dan memahaminya dengan jelas, tetapi saya tidak pernah langsung bisa menyentuh, menghidu aromanya, apalagi langsung melahap dan menyerap gizinya. Sehingga tentu saja tulisan tersebut, saya kira, masih terasa hambar dan tawar. Karena itu, saya menulis esai bagian dua ini untuk membubuhi garam, penyedap rasa, dan bahan lainnya yang saya dapatkan selama mengikuti Diklat CGP.

Jadi, langsung saja, benarkah program Guru Penggerak tidak menjadi jaminan mutu guru jika kelak ia menjabat kepala sekolah? Jika menjamin, apa saja yang dapat menjaminnya? Bagaimana ia bisa menjadi jaminan? Kenapa ia dikatakan dapat menjadi jaminan? Bila kita cermati, materi pada modul CGP sebetulnya secara sistematis sudah mencakup kepemimpinan (sekolah). Tetapi, di sini kita ambil beberapa poin atau materi modul yang mengarah ke pembentukan mental kepemimpian (leadership) yang mana itu dibutuhkan oleh seorang kepala sekolah.

Pertama, coaching untuk supervisi. Sebagaimana kita ketahui supervisi merupakan elemen yang sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah. Seorang kepala sekolah harus memiliki kemampuan supervisi yang baik agar bisa memastikan pembelajaran yang dilakukan guru sudah baik atau tidak. Sebab, pembelajaran yang baik adalah hulu keberhasilan sebuah pendidikan. Tetapi, supervisi pada materi ini bukan sekadar kegiatan mengawasi proses pembelajaran yang bersifat administratif dan kaku sebagaimana yang dipahami selama ini. Ia mencakup kegiatan perencanaan, pengawasan, pemberian umpan balik, dan refleksi yang dilakukan secara bersama (kolaboratif) oleh seorang pemimpin dengan guru atau rekan sejawat melalui praktik coaching.

Materi coaching ini melatih kemampuan CGP untuk membantu rekan sejawat mencapai tujuan yang ingin dicapai yang sudah ditetapkannya. Posisi coach dalam hal ini bukan (bermakna) orang yang lebih tinggi, senior (dari segi usia atau jabatan), superior, dan sejenisnya, melainkan berperan sebagai mitra berpikir rekan sejawat dalam mengembangkan potensi dirinya. Ia bukan pencari dan pemberi solusi, melainkan solusi dihasilkan dari kemampuannya menggali potensi coachee[2] dengan pertanyaan-pertanyaan berbobot. Sehingga ia menemukan sendiri solusi dari masalah yang dialaminya dalam proses pembelajaran. 

Kemampuan ini saya kira sangat penting dimiliki seorang kepala sekolah untuk menghindari kekakuan hubungan (profesionalitas) dalam manajemen sekolah. Dengan kemampuan coaching, hubungannya dengan guru lebih koordinatif, positif, solid, dan cair. Dengan begitu, guru akan memiliki keleluasaan untuk mengembangkan diri tanpa merasa ditekan, digurui, dan sejenisnya. Seorang pemimpin yang mampu melejitkan semangat kerja rekan sesama bukankah akan sangat mendukung pengembangan lembaga yang dipimpinnya?

Kedua, Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Seorang kepala sekolah sudah pasti dihadapkan dengan masalah yang kompleks dan beragam. Karenanya, ia dituntut untuk memiliki kemampuan mengambil keputusan yang tepat. Akan tetapi, apakah hal tersebut cukup mudah? Sering kali masalah yang sama pada situasi berbeda, tidak dapat dipecahkan dengan pendekatan yang sama. Demikian pula sebaliknya, masalah yang berbeda terkadang bisa saja diselesaikan dengan cara yang sama. Untuk itulah seorang CGP dibekali kejelian dalam mengidentifikasi, menganilisis, dan mengambil keputusan yang tepat melalui paradigma dilema etika agar ia bisa mengambil langkah yang tepat bagi pengembangan sekolah.

Ketiga, pemimpin dalam pengelolaan sumber daya. Selain kemampuan pengembangan sekolah yang bersifat internal, seorang kepala sekolah tentu dituntut menjalin kerja sama dengan pihak lain (luar) untuk mengembangkan program sekolahnya. Materi pada modul 3.2 ini melatih kemampuan CGP dalam mengelola sumber daya untuk mengembangkan program sekolah melalui pendekatakan asset based community development (pengembangan komunitas berbasis asset). Di sini CGP diajak untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan memanfaatkan berbagai jenis asset biotik (unsur hidup) dan abiotik (unsur tidak hidup), baik yang terdapat di lingkungan atau di luar sekolah, untuk mengembangkan ekosistem sekolah.

Dengan pendekatan ini, seorang pemimpin akan memiliki keluasan dan keluwesan berpikir, bahwa sebetulnya begitu banyak potensi asset di sekitar kita yang terkadang cenderung diabaikan, tapi justru sangat mendukung jika diberdayakan. Kemampuan untuk menggali, menemukan, dan menyesuaikan asset tersebut dengan kebutuhan sekolah adalah salah satu hal yang ditempa di sini.

Terakhir, pengelolaan program yang berdampak pada murid. Pada modul ini seorang CGP dibekali dengan kemampuan mendorong student agency (kepemimpinan murid) melalui program intra, ko, dan ekstrakurikuler. Dengan pendekatan voice (suara), choice (pilihan), dan ownership (kepemilikan), murid dilibatkan untuk mengembangkan program positif yang diinginkan dan dapat mengasah potensi yang dimilikinya.

Memang, kemampuan ini tidak hanya harus dimiliki oleh kepala sekolah, dalam arti guru juga bisa saja menerapkannya. Tetapi, karena bersinggungan dengan pengembangan program sekolah yang berpihak pada murid, kepala sekolah memiliki peran sangat strategis, mengingat posisi dan kedudukannya secara otoritatif sebagai seorang pemimpin sekolah.

Poin satu sampai empat di atas adalah dukungan secara substansi materi. Sementara, dari segi metodik, pengalaman pembelajaran Program Guru Penggerak jauh lebih komprehensif dari pada program lain. Pada Learning Management System (LMS), misalnya, kegiatan mulai dari diri dan eksplorasi konsep memberi kesempatan pada CGP untuk memahami materi yang akan dipelajari secara mandiri. Kemudian, kegiatan ruang kolaborasi, mengasah kemampuan bekerja sama dan diskusi dengan peserta lain untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai materi yang dipelajari sendiri. Dengan bimbingan fasilitator, di sini pemahaman yang sudah terbentuk diperkuat lagi dan selanjutnya dibuktikan dengan tugas demonstrasi kontekstual dan aksi nyata.

Kemudian, pada kegiatan refleksi pada setiap pertemuan dan setiap akhir modul, CGP dilatih untuk me-recall (mengingat ulang) dan menyampaikan kesan materi yang sudah dipelajari. Terakhir, pada kegiatan koneksi antar materi, CGP diminta untuk menyimpulkan dan mengaitkan pemahaman mereka dari modul satu dengan lainnya. Dengan cara inilah program ini memastikan pesertanya sejauh mana ia telah menguasai materi semua modul yang telah dipelajari.

Tidak cukup sampai di situ, bimbingan yang diberikan secara langsung melalui pendampingan individu oleh Pengajar Praktik (PP) memastikan apakah pemahaman yang telah diperoleh sudah diterapkan dan diimbaskan ke rekan guru lain atau tidak, sudah dikomunikasikan dengan kepala sekolah dan warga sekolah lainnya atau tidak. Kemudian hasil pendampingan tersebut diulas dan diperkuat pada kegiatan lokakarya bersama peserta-peserta lainnya.

Dengan demikian, Diklat Guru Penggerak sangat praktis, holistik, dan komprehensif. Sehingga ia akan membentuk pemimpin yang pemikir (inovatif) dan tangguh, bukan pemimpin bermental kasir[3] yang hanya memikirkan kemasukan dan pengeluaran (berpikir monoton dan rigid). Jadi, bagaimana mungkin orang yang tidak pernah mengikuti program ini mengatakan bahwa Program Guru Penggerak tidak bisa menjadi jaminan mutu calon pemimpin? Barangkali maksudnya mengikuti program tersebut tidak menjamin guru bisa menjadi kepala sekolah. Ungkapan ini mungkin ada benarnya. Lagi pula, menjadi kepala sekolah adalah sebuah jabatan. Bukankah kita tidak harus menjabat orang nomor satu untuk meningkatkan mutu pendidikan kita?

Wallahua’lam bissawab.

Lombok Tengah, 15 November



[1] Istilah ini saya pinjam dari Pak Edy Mulyono yang menganggap seorang penulis yang tidak terjun langsung untuk meriset dan sejenisnya ibarat lalat di balik jendela.

[2] orang yang di-coaching

[3] Pemimpin bermental kasir ini saya kutip dari pernyataan Prof. Habibie dalam buku The Power of Ideas 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerpen

  Wasiat Kiai Seman ilustrasi ini diunduh dari https://himpuh.or.id/blog/detail/70/detik-penaklukkan-makkah-oleh-rasulullah-dan-para-sahabat...