Totalitas Guru Tentukan Keberhasilan Siswa
Oleh: Marzuki
Wardi
(Resensi ini pernah dimuat di SKH Jawa Pos Radar Madura (JPRM) pada 25 Oktober 2020) |
Judul : Guru Aini
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun Terbit : Pertama, Februari 2020
Tebal : 336 halaman
ISBN : 978-602-291-686-4
Pada umumnya,
orang cerdas dipahami sebagai orang yang memiliki Intelligence Quotient (IQ) tinggi, yang sejauh ini diyakini dipengaruhi
oleh faktor gen. Apabila orang tua cerdas, kemungkinan keturunannya juga akan
cerdas. Namun, pandangan tersebut akan terbantah ketika membaca novel prekuel
“Orang-Orang Biasa” ini. Melalui novel terbarunya ini, Andrea Hirata ingin
menunjukkan bahwa setiap orang sejatinya memiliki potensi menjadi manusia
cerdas. Meski seseorang tersebut bodoh bahkan bebal sekalipun. Dengan catatan
ia harus benar-benar gigih dalam belajar.
Namun
demikian, satu hal yang tak dapat dipisahkan di sini ialah peran seorang guru.
Guru yang tidak hanya cerdas, tapi tak kenal menyerah dalam mendidik. Guru yang
mampu memenuhi apa yang dibutuhkan siswanya dalam rangka menumbuh kembangkan
potensi tersebut. Baik itu kesungguhan niat, penguasaan metode, teknik,
pendekatan, dan sentuhan emosional yang tulus. Singkatnya, totalitas pengabdian
seorang guru dalam mendidik sangat mendukung keberhasilan belajar anak.
Potret seperti
itulah yang ditunjukkan sosok Guru Desi Istiqomah dan Aini. Bu Desi ialah guru
matematika super cerdas dan idealis di sebuah SMA di Belantik. Sementara, Aini adalah
seorang siswa bodoh dan berlatar belakang keluarga miskin. Ia bahkan dikategorikan bebal, khususnya dalam pelajaran
matematika. Selain bebal, Aini pada mulanya tidak suka pelajaran matematika. Namun,
ia berubah drastis sejak ayahnya mengalami sakit aneh yang konon hanya bisa
diobati dengan ilmu kedokteran. Sejak itulah Aini bercita-cita menjadi dokter
ahli, dan memutuskan untuk pindah ke kelas yang diampu Bu Desi.
Berbagai macam
metode, pendekatan, dan teknik pun diterapkan Bu Desi untuk membangkitkan
kemampuan Aini dalam pelajran matematika. Tapi, toh, selama berminggu-minggu,
berbulan-bulan, tidak juga membuahkan hasil. Aini, anak Dinah yang juga pernah
diajarinya itu tidak menujukkan peningkatan hasil belajar sama sekali. Tak
ayal, perasaan bosan, jenuh, marah, jengkel, sesal, dan berbagai perasaan
negatif lainnya merundung Bu Desi. Tapi, ia harus tetap bertahan, karena pernah
berjanji bahwa dirinya harus menemukan siswa cerdas di sekolah itu.
Sadar bahwa
kecerdasan seseorang tidak selamanya bisa dibentuk dengan cara yang sama dengan
orang lain, Bu Desi pun menempuh cara lain. Ia mengadopsi metode dalam buku The Principle of Calculus, yang
merupakan buku andalannya sewaktu kuliah dulu. Perjuangan Bu Desi pun berujung manis ketika Aini pada akhirnya menjelma
menjadi siswa cerdas dalam matematika. Bahkan, ia termasuk lulusan terbaik di
sekolah itu. Tapi, apakah bekal itu mampu mewujudkan cita-cita Aini masuk ke
fakultas kedokteran?
Ditilik dari
ending cerita, novel ini sebenarnya tidak sekadar menggambarkan pengabdian
sosok seorang guru, dan tekad seorang siswa dalam mengejar mimpinya. Novel ini
merupakan satire terhadap ketimpangan
sistem pendidikan kita yang acap kali mengebiri hak kaum proletar. Apa artinya
kecerdasan jika, toh, ujung-ujungnya anak
cerdas seperti Aini tidak diberi kesempatan untuk mewujudkan mimpinya? Meskpun
ia lulus tes seleksi, tapi tetap saja tidak dapat berstatus mahasiswa karena ia
tidak mampu membayar biaya daftar ulang yang jumlahnya sangat fantastis bagi
seorang anak pedagang kaki lima sepertinya.
Satire ini terutama lebih ditonjolkan pada sekuel
lanjutan “Orang-Orang Biasa”. Sebagaimana gaya tutur khas Pak Cik Ikal pada novel-novel
lainnya, novel “Guru Aini” masih menjadi suguhan bacaan yang mampu mengaduk-aduk
emosi pembacanya. Namun, yang tak kalah penting untuk direnungi, bagi saya,
ialah pesan mendalam yang disampaikan oleh penulis. Bahwa setiap orang
sejatinya memiliki potensi besar di dalam dirinya. Dan itu perlu ditemukan dan
ditempa sejak dini.
Lombok Tengah,
ditulis pada 27 September 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar