Belajar
Makna Sabar dari Sosok Perempuan Inspiratif
Oleh:
Marzuki Wardi
Dimuat di SKH Kabar Madura Edisi Senin, 17 September 2018 |
Judul : I am Sarahza
Penulis : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra
Penerbit : Republika Penerbit
Terbit
: Pertama, April 2018
Tebal
: 370 Halaman
ISBN
: 978-602-573-421-2
Sabar
merupakan sikap yang sangat mulia dan dimuliakan dalam agama. Allah bahkan
berpesan melalui Alquran yang kurang lebih berarti, “Sesungguhnya Aku bersama
orang-orang yang bersabar”. Namun, faktanya, menerapkan sikap tersebut dalam
kehidupan sehari-hari bukanlah perkara gampang. Terlebih bersabar dalam
menghadapi masalah. Kita sering kali mengeluh ketika ada masalah yang
menghampiri. Memang, sikap mengeluh merupakan hal yang manusiawi. Tapi terlalu
sering mengeluh tanpa berusaha mencari solusi adalah perbuatan yang sia-sia.
Hal
ini mungkin saja terjadi karena kita menganggap bahwa masalah yang sedang
menghimpit, demikian rumit dan kompleks. Padahal, banyak orang lain di luar
sana mengalami persoalan yang jauh lebih kompleks dari yang kita hadapi. Tapi
mereka tetap sabar dan tabah. Oleh karena itu, kita perlu membuka mata ke lingkungan
sekitar dan mengambil pelajaran dari orang-orang bijak. Salah satu caranya
adalah dengan membaca kisah mereka. Seperti sosok perempuan dalam novel berjudul
“I am Sarahza” ini contohnya.
Buah
pikiran terbaru Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra ini ditulis
berdasarkan kisah nyata yang mereka alami selama menanti sang momongan. Biduk
rumah tangga mereka hampir berusia dua belas tahun ketika akhirnya Allah
mengaruniai mereka seorang anak. Tentu sebuah penantian yang panjang, bukan? Selama
masa itu, banyak cara yang mereka tempuh agar bisa memeroleh keturunan. Pada tahun
ketiga pernikahan, Hanum mulai mencoba program inseminasi di sebuah klinik Der
Kinderwuensch atau Klinik Harapan Keluarga dibawah penanganan dokter Eva
Herz di Wina, Austria. Di sana ia mengikuti suaminya yang sedang menempuh
kuliah Doktoral (Strata 3). Akan tetapi, sayang sekali, program inseminasi pertama ini gagal.
Tak
mau putus asa begitu saja, Hanum pun mencoba inseminasi kedua dan ketiga. Hasilnya mereka kembali gagal mewujudkan
impian mempunyai anak melalui metode canggih tersebut. Akhirnya, setelah kembali
ke Indonesia, pada tahun ketujuh pernikahan, mantan reporter swasta nasional ini
memutuskan untuk mengikuti program In
Vitro Fertilization (IVF) atau yang lzaim disebut dengan bayi tabung di
Klinik Permata Hati, Yogyakarta. Tapi, dibawah penanganan dokter Showfal Widad,
lagi-lagi ia harus menelan pil pahit. Kegagalan demi kegagalan yang dialami
Hanum membuatnya kehilangan harapan untuk memiliki anak. Bahkan ia sempat mengalami
depresi. Dan pada puncak keputus asaannya, ia pernah meminta suaminya untuk
mencari perempuan lain yang dapat memberinya keturunan.
Di
sinilah kesetiaan cinta diuji. Alih-alih menuruti kemauan istrinya, Rangga justru
menjelma bak seorang Malaikat. Ia sadar bahwa Tuhan menciptakan laki-laki
dengan naluri menguasai hingga mendominasi. Karena alasan itu sebagian besar
laki-laki menerjemahkan poligami sebagai pengejawantahan, mengklaim sunnah yang
dikuatkan. Namun, tidak demikian menurut Rangga. Kehebatan seorang laki-laki
justru tidak ditentukan dari kemampuannya memiliki banyak wanita, tapi ketika
ia berani memutuskan untuk setia hanya pada satu wanita (Hal. 211).
Akhirnya,
berkat kesabaran dan ketegaran dalam melewati ujian besar itu, Allah
menganugerahkan Hanum seorang anak perempuan pada tahun kesebelas pernikahan
mereka, setelah melewati proses bayi tabung keenam. Sarahza Reashira nama bayi
perempuan itu. Apa yang dilakukan sosok perempuan inspiratif ini patut
dijadikan pelajaran bagi para perempuan dalam menempuh biduk rumah tangga
mereka. Bahkan tidak hanya kaum hawa, tapi bagi siapa saja yang ingin belajar
makna sabar yang sesungguhnya.
Lombok
Tengah, 2 September 2018.
Marzuki Wardi, Alumnus
Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Mataram. Bermukim di Lombok Tengah, NTB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar