Kamis, 03 April 2025

Narapos

 

Tekad yang Kuat adalah Kunci Meraih Sukses

Marzuki Wardi

Tanpa tekad yang kuat dan sungguh-sungguh, impian atau cita-cita hanya akan menjadi angan-angan kosong

Diunduh dari: https://www.istockphoto.com/id/vektor/simbol-kesuksesan-di-tangga-karier-gm1293031392-387613589

Sebut saja namanya Dion. Dia baru saja lulus SMA. Tetapi, dia bimbang sekaligus bingung untuk menentukan langkah apa yang harus diambil. Mau melanjutkan pendidikan seperti teman-teman lain? Persoalannya, dia tidak hanya kurang mampu secara ekonomi, tetapi kemampuan otaknya juga sangat kurang dalam memahami belasan mata pelajaran yang sudah dipelajari. Setidaknya satu mata pelajaran saja yang dikuasai dengan baik itu sudah sangat bagus. Sayangnya, hal itu tidak dimiliki Dion.

Dia bukan siswa yang sering disebut-sebut guru di dalam kelas atau dalam obrolan sesama rekan guru lainnya. Dia bukan siswa yang dikerumuni teman-teman yang kerap dimintai pendapat atau bantuan menjelaskan mata pelajaran. Justru sebaliknya, dia kerap dirundung teman-teman, juga jadi bahan olokan karena keluguan dan kedongkolannya.

Pernah suatu hari, Laili seorang primadona kelasnya, mencoba iseng mengerjainya. Dengan mimik serius, dia meminta Dion menghadap Pak Halil di perpustakaan. Pak Halil adalah salah satu guru yang disegani di sekolah itu. Konon, kata Laili, Dion dipanggil karena telah melanggar peraturan sekolah. Begitu sampai di ruangan, sang guru menatap heran dan bertanya-tanya siapa yang menyuruh Dion menghadap. Barulah dia sadar ternyata dirinya sedang dikibuli si gadis cantik tersebut. Muka Dion hanya bisa memerah, tetapi ia tidak bisa marah.

Oh ya, dia juga sering dipanggil seorang guru mata pelajaran fisika setiap pagi di awal kelas. Dia diminta menjawab soal hitung-hitungan yang tentu saja membuatnya pusing. Karena Dion memang tidak suka dan tidak bisa pelajaran menghitung. Tetapi, guru itu senang melihat Dion terlihat bingung dan konyol di depan kelas. Beliau seolah terhibur ketika pemuda bertubuh kurus itu ditertawai dan dijadikan bahan lelucon oleh teman-teman.

Karena stempel bodoh dalam mata pelajaran itu, tidak heran guru tersebut meminta Dion untuk tidak mengambil jurusan IPA jika naik ke kelas IX. Benar saja, dia mengambil jurusan IPS meski bidang ekonomi juga masih jauh dari jangkauan IQ-nya. Memang, nyaris semua bidang pelajaran tidak mampu dikuasainya. Pada bidang olahraga? Dia tidak punya bakat bermain basket, volley, tennis, karate, dan olahraga lain yang sering diolimpiadekan di tingkat kabupaten atau provinsi. Dia hanya sesekali bermain sepakbola. Itu pun sekadar bisa menendang asal-asalan di lapangan sawah yang telat digarap pemiliknya.

Dion merasa dirinya hanya siswa pelengkap bangku belakang kelas, yang kalau bangku kekurangan mungkin saja dia tidak dapat jatah tempat duduk. Karena itu, untuk apa saya melanjutkan pendidikan? Apa ya ada makhluk seperti ini bisa kuliah? pikirnya. Sementara, kalau tidak melanjutkan pendidikan, apa yang saya bisa kerjakan dengan kondisi seperti saat ini? Keahlian apa yang saya punya untuk bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan hidup, terutama untuk menafkahi anak-istri saya kelak? Bukankah ini akan memperparah kondisi saya yang memang sudah bebal? lanjutnya bergumam suatu hari.

Bisikan-bisikan Angel dan demon seperti itu berkecamuk dalam batinnya. Hingga suatu kesempatan yang baik, dia akhirnya berusaha meyakinkan diri. Terlebih ada seorang temannya yang memberi semangat agar bisa ikut kuliah. Perlahan, rasa optimisnya mulai bangkit. Dia merasa pasti bisa mempelajari apa yang orang-orang pelajari, menguasai apa yang orang-orang kuasai, meraih apa yang orang-orang raih. Dan, mulai saat itulah dia mencoba membandingkan hal-hal positif yang ada pada dirinya dengan orang lain. Saya punya otak sebagaimana orang lain punya, kenapa saya tidak berusaha memaksimalkannya? Saya diberikan waktu yang sama dengan orang lain, kenapa tidak dibuat jadi kesempatan atau peluang? Begitu seterusnya sehingga bisikan-bisikan Angel itu pada akhirnya menang dalam diri Dion.

Dia pun memutuskan untuk kuliah setelah diajak temannya yang kerap memberinya semangat, meskipun di perguruan tinggi swasta yang boleh dibilang tidak begitu ternama. Sejak saat itu Dion mulai membuka diri untuk belajar dan mempelajari berbagai hal dari apa pun dan siapa pun. Dia belajar dengan serius dan tekun. Ketika teman-teman lain menghabiskan libur semester dengan santai-santai di rumah, dia duduk berlama-lama di perpustakaan kampus dan daerah. Dia membenamkan diri di antara tumpukan buku di ruang itu. Hingga akhirnya dia lulus tepat waktu dengan IP yang cukup memuaskan.

Apakah Dion tekun belajar sekadar untuk memenuhi tuntutan akademis? Ternyata tidak. Hingga saat ini, dia telah menjadi seorang guru selama puluhan tahun, kebiasaan belajar tersebut masih ditekuninya. Dia tidak membatasi diri untuk belajar pada siapa saja, meskipun ia lebih muda dari dirinya. Dia mempelajari apa saja, dari hal-hal klenik sampai linguistik. Dia membaca buku-buku pada pagi, siang, sore, malam, atau kadang sampai terbawa ke alam mimpi. Dia membuka telinga lebar-lebar ketika mendengar Kiai, Ustadz, atau Tuan Guru berceramah, atau ahli-ahli pada seminar ilmiah. Dia membuka mata untuk menangkap pesan-pesan tersirat pada alam semesta. Dia juga membuka hati untuk menerima petuah-petuah orang tua yang tidak pernah bersekolah.

Kini, Pak Dion, begitu panggilan akrabnya, telah berhasil menoreh beberapa prestasi di bidangnya, mulai terpilih sebagai guru berpestasi hingga meraih penghargaan dalam berkarya dari tingkat kabupaten sampai nasional.

٭٭٭

Sahabat, kisah di atas mengingatkan kita bahwa hal yang mustahil di mata manusia bisa saja terjadi jika Allah sudah berkehendak. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa kesuksesan bukanlah sebuah kebetulan belaka, melainkan dicapai dengan tekad yang sungguh-sungguh. Ya, benar, itulah kata kunci atau syarat yang harus dipenuhi oleh manusia. Tekad di sini ialah keinginan yang kuat dari dalam diri untuk mewujudkan mimpi atau cita-cita. Dari situ kemudian muncul usaha yang terencana, matang, dan serius.

Banyak orang memiliki keinginan atau ide besar, tetapi mereka enggan merealisasikannya dengan upaya yang sungguh-sungguh. Sehingga keinginan atau ide besar tersebut berujung menjadi angan-angan kosong. Atau sebaliknya, banyak orang pintar dalam bidang tertentu, tetapi ia cenderung menganggapnya remeh. Pada akhirnya, apa yang ia impikan juga tidak kunjung terwujud.

Memang, capaian Pak Dion mungkin kita anggap belum seberapa jika dibanding dengan orang-orang besar. Tetapi, bukankah kita tidak bisa mengukur kesuksesan seseorang dengan kesuksesan orang lain? Melainkan, yang mesti diukur ialah sejauh mana ia mampu meningkatkan kualitas diri dari keadaan sebelumnya. Dengan kata lain, bukan seberapa tinggi posisi yang diraih, tetapi seberapa tinggi ikhtiar yang dijalani dalam proses mencapai tujuan, itulah yang hendak kita lihat.

Lagi pula, jika kita ingin mengambil pelajaran dari para tokoh besar, tentu banyak di antara mereka yang bahkan mulanya dipandang remeh oleh orang-orang, namun karena tekad dan usahanya ia mampu membalikkan keadaan. Siapa kiranya yang tidak kenal Sylvester Stallone pemeran film Rambo itu? Jangan kira perjalanan meraih kesuksesannya gampang. Selain lahir di kalangan miskin, Sylvester muda juga mengalami kelainan saraf di bagian mukanya. Ia juga gagap, sehingga membuatnya sering diolok oleh teman-teman sekolahnya. Tetapi, ia tak menyerah begitu saja. Ia berusaha keras dalam meraih mimpinya. Ia mengabaikan suara-suara nyaring yang melemahkan semangatnya. Sehingga pada akhirnya namanya begitu populer di dunia perfilman.[1]

Ada sebuah teori yang cukup menarik berkaitan dengan hal ini, yaitu Law of Attraction (hukum tarik-menarik) dari Rhonda Byrne. Menurutnya, alam semesta akan mendukung apa yang kita benar-benar yakini (untuk dicapai). Keyakinan tersebut memberi sinyal yang akan menarik reaksi alam semesta sehingga membantu mewujudkannya menjadi kenyataan.[2] Secara mudahnya, jika kita yakin pada diri (kemampuan) bahwa kita bisa mencapai sesuatu yang kita impikan, maka kita akan berusaha dengan maksimal ke arah itu. Usaha yang maksimal dan terarah tentu akan mempermudah pencapaiannya.

Di Indonesia kita juga mengenal banyak orang besar di berbagai bidang yang awalnya tidak begitu diperhitungkan. Di bidang sastra, sebut saja Andrea Hirata, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, dan sejumlah penulis lainnya. Awalnya, karya mereka banyak ditolak penerbit, tetapi mereka tidak berputus asa untuk berkarya. Mereka justru menjadikan itu sebagai cambuk untuk terus mengejar impian. Penolakan demi penolakan membuat semangat mereka semakin bangkit.

Lalu, bagaimana mereka mewujudkan impian? Salah satu alternatif yang ditempuh ialah menerbitkan buku melalui jalur indie. Tetapi, apa yang terjadi ketika karya mereka diterima dan disukai khalayak pembaca? Penerbit yang justru mengejar mereka. Kini, bukan sekadar diterbitkan dalam bentuk buku, tetapi sudah difilmkan secara kolosal di layar lebar. Mereka berhasil membuktikan diri bahwa penolakan bukan berarti kegagalan, tapi langkah awal menuju kesuksesan.

Jadi, apa pun bisa terjadi atas kehendak Allah asalkan kita punya tekad yang sungguh-sungguh untuk belajar dan berusaha. Bukankah dalam agama kita juga dianjurkan untuk berikhtiar? Ada satu pepatah Arab terkenal untuk meyakinkan kita “Man Jadda Wa Jadda,” ‘barang siapa bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan hasil’. Karenanya, sudah saatnya kita bersungguh-sungguh dalam mengejar apa yang kita tujukan dalam hidup.

Wallahua’lam bissawab.

٭٭٭

Jendela Inspirasi

a.      Kita boleh membandingkan diri dengan orang lain selama itu bisa menjadi motivasi diri.

b.     Nilailah diri secara positif agar kita mampu membangkitkan potensi yang terdapat dalam diri kita.

c.      Tingkatkan standar usaha kita, sebab dengan begitu hal-hal yang kita anggap biasa boleh jadi luar biasa bagi orang lain.


 

 



[1] Isa Alamsyah, No Excuse, (Depok: Asmanadia publishing house, 2015), hal. 37

[2]Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Narapos

  Tekad yang Kuat adalah Kunci Meraih Sukses Marzuki Wardi Tanpa tekad yang kuat dan sungguh-sungguh, impian atau cita-cita hanya akan m...