Kamis, 17 April 2025

Esai Politik

 

Adu Siasat Meraih Simpati Rakyat pada Pilpres 2024

Marzuki Wardi

Sumber: https://www.istockphoto.com/id/bot-wall?returnUrl=%2Fid%2Fvektor%2Fkartun-warna-karakter-orang-dan-konsep-debat-vektor-gm1286125271-382724077

Dinamika pencalonan presiden dan wakil presiden saat ini penuh lika-liku dan teka-teki. Mengikuti perkembangan tersebut rasanya seperti saya menonton duel el clasico Real Madrid kontra Barcelona. Menjelang waktu pendaftaran, semakin banyak saja kejutan yang disuguhkan. Ini terjadi khususnya antara kubu Prabowo dan Ganjar. Belakangan ini mereka semakin menunjukkan perseteruan. Sebab, kedua belah pihak mengklaim bahwa mereka mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo.

Hal itu lantas menjadikan setiap pernyataan, gerak-gerik, hingga kinesik sang presiden terus ditafsirkan oleh para pengamat dan pendukung masing-masing. Kubu Ganjar mengklaim bahwa secara tersurat presiden telah menyatakan dukungan pada Ganjar baik melalui deklarasi maupun secara pribadi. “Ya Ganjar Pranowo lah…,” ujar seorang kader PDIP menirukan jawaban Presiden Jokowi saat menanyakan beliau pada suatu kesempatan.[1] Di sisi lain, kedekatan presiden dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di berbagai momen disinyalir sebagai bentuk isyarat dukungan kepadanya untuk bertarung di Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.

Perseteruan itu tentu sebuah hal yang wajar. Persoalannya bukan sekadar siapa mendapat restu Pak Jokowi, melainkan kekuatan besar di balik orang nomor satu tersebut. Kita tahu beliau punya massa besar yang bisa saja diarahkan suaranya kepada salah satu pasangan calon. Sebut saja relawan Pro Jokowi (Projo) yang saat ini telah menjadi Ormas yang memiliki cabang di seluruh tanah air. Belum lagi simpatisan beliau dari kalangan tokoh agama dan nasionalis. Jadi, pertarungan merebut pengaruh Pak Jokowi (Jokowi Effect) itu wajar bak merebut warisan yang amat mahal nilainya.

Tidak hanya presiden, para tokoh nasional yang ucapannya merujuk beliau juga selalu ditafsirkan mengarah pada sikap politis pada kedua calon. Baru-baru ini pernyataan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staquf “NU tidak akan jauh-jauh dari Presiden Jokowi”[2] tengah menjadi sorotan. Kalimat itu menggema pada acara Musyawarah Nasional (Munas) PBNU tak lama ini di Jakarta Timur. Banyak pihak menilai bahwa pernyataan tersebut sebagai kode bahwa PBNU akan mengikuti calon presiden pilihan Pak Jokowi.

Pernyataan tersebut lantas menjadi topik pembahasan pada acara Catatan Demokrasi yang disiarkan stasiun TVOne dengan judul Berebut Suara Ummat, Siapa Paling Memikat? beberapa saat lalu. Dari acara itulah gagasan menulis esai ini muncul. Saya tertarik mengulasnya, sebab kubu Anies Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar (AMIN) nyaris tidak pernah diperhitungkan.

Selain itu, di atas kertas potensi persaingan mereka juga kerap diposisikan sebagai tim kuda hitam. Dari segi persentase angka survei, misalnya, mereka selalu berada di urutan paling akhir. Hasil itu hampir sama pada semua lembaga survei. Para pengamat politik juga banyak yang meragukan elektabilitas pasangan tersebut. Padahal, siapa sebenarnya pihak yang paling diuntungkan dengan kondisi (perseteruan) ini? Tentu saja pihak ketiga yaitu kubu AMIN.

Mari kita cermati secara realistis. Di antara tiga bacapres tersebut, bukankah sampai saat ini hanya pasangan AMIN yang sudah pasti? Di saat dua kubu lawannya terlena berebut Jokowi Effect yang digadang-gadang menjadi kunci kemenangan, kubu AMIN justru mencuri start mendeklarasikan diri sebagai bacapres-bacawapres. Kejelasan pasangan ini tentu membawa pengaruh. Faktanya, elektabilitas Anies khususnya di wilayah Jawa Timur yang menjadi titik kelemahannya kini sudah mengalami peningkatan setelah menggandeng Gus Imin. Hal ini berdasarkan hasil survei Indo Riset yang menunjukkan angka dari 12,8% pada Agustus 2023 menjadi 22,2% pada 25 September 2023.[3]

Kemudian, di saat perselisihan kubu pesaing mereka semakin meruncing, Anies yang memang berlatar akademisi terus-menerus memperluas pengaruhnya di kalangan akademisi. Tidak mengherankan beberapa saat lalu, para profesor, karyawan, aktivis, pelaku industri, yang merupakan alumni ITB menggelar konsolidasi bertema “Konsolidasi Akbar Ngariung 1.000 Alumni ITB”.[4]

Begitu juga dengan Gus Imin yang berlatar santri, beliau berkunjung dari satu pesantren ke pesantren lain untuk meraup dukungan. Banyak juga para kiai yang menyatakan dukungan kepada beliau. Konsolidasi relawan dan pos pemenangan juga sudah mulai terbentuk di berbagai daerah. Pada saat kunjungan ke sejumlah daerah, partisipan yang hadir tidak kurang ratusan ribu bahkan di Makassar kemarin diprediksi mencapai satu jutaan.

Jadi, dari segi kesiapan dan kematangan, pasangan inilah sebetulnya yang paling siap bertempur pada Pilpres mendatang. Tidak masalah mereka tidak masuk perhitungan pesaingnya, dipandang sebelah mata, mendapat cibiran pejabat negara, dan tidak diunggulkan lembaga survei. Lagi pula, hasil survei tidak selamanya menjadi indikator penentu kemenangan pemilihan umum. Faktanya, pada saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2017 silam, hasil survei Anies Baswedan juga berada di urutan ketiga. Tetapi, apa yang terjadi saat pemilihan? Beliau melaju ke putaran kedua dan keluar sebagai pemenang.

Hal ini juga terjadi pada Pilpres di negara lain seperti Amerika Serikat (AS). Hasil survei calon Presiden Donald Trump pada Piplres 2016 jauh di bawah pesaingnya Hillary Clinton yakni di angka 50% berbanding 38%. Tetapi, justru Trump yang berhasil meraih jabatan Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45.[5]

Saya tentu tidak bermaksud mengambil alih kerja para pakar dan pengamat politik dengan memprediksi kemenangan kubu AMIN. Namun, belajar dari kasus seperti di atas, sering kali pihak ketiga justru diunggulkan ketika pihak lain sedang berseteru. Dalam hal ini, bukan sebuah kemustahilan kubu AMIN akan memancing di air keruh. Maksudnya, bukan berarti mereka boleh menempuh cara culas, melainkan mereka bisa semakin fokus merebut simpati rakyat sehingga bisa memberi kejutan pada saat Pilpres mendatang. Lagi pula, sebagai pihak yang mengambil keuntungan secara strategis di tengah situasi keruh tersebut, bukankah itu sah-sah saja dalam dunia politik?

***

Lombok Tengah, 20 Oktober 2024

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resensi Buku

Membangkitkan Potensi Anak Melalui Sugesti Oleh: Marzuki Wardi   Sumber: dokumen pribadi Judul Buku : Saktinya Hypnoparenting  Penulis : Dr...