Adu Siasat Meraih Simpati Rakyat pada Pilpres 2024
Marzuki
Wardi
![]() |
Sumber: https://www.istockphoto.com/id/bot-wall?returnUrl=%2Fid%2Fvektor%2Fkartun-warna-karakter-orang-dan-konsep-debat-vektor-gm1286125271-382724077 |
Dinamika pencalonan presiden dan wakil presiden saat ini
penuh lika-liku dan teka-teki. Mengikuti perkembangan tersebut rasanya seperti saya menonton duel el clasico
Real Madrid kontra Barcelona. Menjelang waktu pendaftaran, semakin banyak saja
kejutan yang disuguhkan. Ini terjadi khususnya antara kubu Prabowo dan Ganjar. Belakangan ini mereka semakin menunjukkan
perseteruan. Sebab, kedua belah pihak mengklaim bahwa mereka mendapat dukungan
dari Presiden Joko Widodo.
Hal itu lantas menjadikan setiap
pernyataan, gerak-gerik, hingga kinesik sang presiden terus ditafsirkan oleh
para pengamat dan pendukung masing-masing. Kubu Ganjar mengklaim bahwa secara
tersurat presiden telah menyatakan dukungan pada Ganjar baik
melalui deklarasi maupun secara pribadi. “Ya Ganjar Pranowo lah…,” ujar seorang kader PDIP menirukan jawaban Presiden Jokowi saat
menanyakan beliau pada suatu kesempatan.[1] Di sisi lain, kedekatan presiden dengan Menteri Pertahanan
Prabowo Subianto di berbagai momen
disinyalir sebagai bentuk isyarat
dukungan kepadanya untuk bertarung di Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024
mendatang.
Perseteruan itu tentu sebuah hal
yang wajar. Persoalannya bukan sekadar siapa mendapat restu Pak Jokowi,
melainkan kekuatan besar di balik orang nomor satu tersebut. Kita tahu beliau
punya massa besar yang bisa saja diarahkan suaranya
kepada salah satu pasangan calon. Sebut
saja relawan Pro Jokowi (Projo) yang saat ini telah menjadi Ormas yang memiliki
cabang di seluruh tanah air. Belum lagi simpatisan beliau dari kalangan tokoh
agama dan nasionalis. Jadi, pertarungan merebut pengaruh Pak Jokowi (Jokowi Effect) itu wajar bak merebut warisan yang amat mahal nilainya.
Tidak hanya presiden, para tokoh
nasional yang ucapannya merujuk beliau juga selalu ditafsirkan mengarah pada
sikap politis pada kedua calon. Baru-baru ini pernyataan Ketua Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staquf “NU tidak akan jauh-jauh dari Presiden Jokowi”[2] tengah menjadi sorotan.
Kalimat itu menggema pada acara
Musyawarah Nasional (Munas) PBNU tak lama ini di Jakarta Timur. Banyak pihak
menilai bahwa pernyataan tersebut sebagai kode bahwa PBNU akan mengikuti calon
presiden pilihan Pak Jokowi.
Pernyataan tersebut lantas menjadi
topik pembahasan pada acara Catatan
Demokrasi yang disiarkan stasiun TVOne dengan judul Berebut Suara Ummat, Siapa Paling Memikat? beberapa saat lalu. Dari
acara itulah gagasan menulis esai ini muncul. Saya tertarik mengulasnya, sebab
kubu Anies Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar (AMIN) nyaris tidak pernah
diperhitungkan.
Selain itu, di atas kertas potensi persaingan mereka juga kerap
diposisikan sebagai tim kuda hitam. Dari segi persentase angka survei,
misalnya, mereka selalu berada di urutan paling akhir. Hasil itu hampir sama
pada semua lembaga survei. Para pengamat politik juga banyak yang meragukan
elektabilitas pasangan tersebut. Padahal,
siapa sebenarnya pihak yang paling diuntungkan dengan kondisi (perseteruan)
ini? Tentu saja pihak ketiga yaitu kubu AMIN.
Mari kita cermati secara realistis.
Di antara tiga bacapres tersebut, bukankah sampai saat ini hanya pasangan AMIN yang sudah pasti? Di saat dua kubu
lawannya terlena berebut Jokowi Effect yang
digadang-gadang menjadi kunci kemenangan, kubu AMIN justru mencuri start mendeklarasikan diri sebagai
bacapres-bacawapres. Kejelasan
pasangan ini tentu membawa pengaruh. Faktanya, elektabilitas Anies khususnya di
wilayah Jawa Timur yang menjadi titik kelemahannya kini sudah mengalami
peningkatan setelah menggandeng Gus Imin. Hal ini berdasarkan hasil survei Indo
Riset yang menunjukkan angka dari 12,8% pada Agustus 2023 menjadi 22,2% pada 25
September 2023.[3]
Kemudian, di saat perselisihan kubu
pesaing mereka semakin meruncing, Anies yang memang berlatar akademisi
terus-menerus memperluas pengaruhnya di kalangan akademisi. Tidak mengherankan
beberapa saat lalu, para profesor, karyawan, aktivis, pelaku industri, yang
merupakan alumni ITB menggelar konsolidasi bertema “Konsolidasi Akbar Ngariung
1.000 Alumni ITB”.[4]
Begitu juga dengan Gus Imin yang berlatar santri, beliau berkunjung dari satu pesantren
ke pesantren lain untuk meraup dukungan. Banyak juga para kiai yang menyatakan dukungan kepada beliau. Konsolidasi relawan dan pos pemenangan juga sudah mulai
terbentuk di berbagai daerah. Pada saat kunjungan ke sejumlah daerah,
partisipan yang hadir tidak kurang ratusan ribu bahkan di Makassar kemarin diprediksi
mencapai satu jutaan.
Jadi, dari segi kesiapan dan
kematangan, pasangan inilah sebetulnya yang paling siap bertempur pada Pilpres
mendatang. Tidak masalah mereka tidak masuk perhitungan pesaingnya, dipandang
sebelah mata, mendapat cibiran pejabat negara, dan tidak diunggulkan lembaga survei. Lagi
pula, hasil survei tidak selamanya menjadi indikator penentu kemenangan
pemilihan umum. Faktanya, pada saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2017
silam, hasil survei Anies Baswedan juga berada di urutan ketiga. Tetapi, apa
yang terjadi saat pemilihan? Beliau melaju ke putaran kedua dan keluar sebagai
pemenang.
Hal ini juga
terjadi pada Pilpres di negara lain seperti Amerika Serikat (AS). Hasil survei
calon Presiden Donald Trump pada Piplres 2016 jauh di bawah pesaingnya Hillary
Clinton yakni di angka 50% berbanding 38%. Tetapi, justru Trump yang berhasil
meraih jabatan Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45.[5]
Saya tentu tidak bermaksud mengambil alih kerja para
pakar dan pengamat politik dengan memprediksi kemenangan kubu AMIN. Namun,
belajar dari kasus seperti di atas, sering kali pihak ketiga justru diunggulkan
ketika pihak lain sedang berseteru. Dalam hal ini, bukan sebuah kemustahilan
kubu AMIN akan memancing di air keruh. Maksudnya, bukan berarti mereka boleh menempuh cara culas, melainkan mereka
bisa semakin fokus
merebut simpati rakyat sehingga bisa memberi kejutan pada saat Pilpres
mendatang. Lagi pula, sebagai pihak yang mengambil keuntungan
secara strategis di tengah situasi keruh tersebut, bukankah itu sah-sah saja
dalam dunia politik?
***
Lombok
Tengah, 20 Oktober 2024
[1]
Pernyataan tersebut diungkapkan pada acara Catatan
Demokrasi: Ganjar atau Prabowo, Jokowi Kanan-Kiri Oke? Ditayangkan pada 25
Juli 2023.
[2] https://www.cnnindonesia.com/nasional/202309180918094309-617-1000283/gus-yahya-nu-tak-akan-jauh-jauh-dari-jokowi/amp,
diunduh pada 20 Oktober 2023, pukul 16:28.
[3] https://www.tvonenews.com/berita/155377-anies-melesat-relawan-yakin-amin-jadi-pilihan-warga-jatim, diakses pada 06 Oktober 2023, pukul
17:16.
[4] https://www.tribunnews.com/mata-lokal-memilih/2023/09/28/anies-baswedan-akan-hadiri-konsolidasi-akbar-ngariung-1000-alumni-itb-di-bandung-akhir-pekan-in, diunduh pada 14 Oktober 2023
[5] https://news.detik.com/internasional/d-3328008/trump-kalah-telak-dari-hillary-dalam-survei-terbaru, diunduh pada 15
Oktober, pukul 23:34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar