Kamis, 17 April 2025

Esai Pendidikan

 

Mencegah Kasus Kekerasan terhadap Guru

Marzuki Wardi

Sumber: https://kumparan.com/kumparannews/yang-sudah-diketahui-soal-kekerasan-di-perusahaan-animasi-di-menteng-23WMgB4VoGk

Beberapa saat yang lalu, kita dikagetkan dengan kabar pembacokan seorang guru Madrasah Aliyah oleh siswa di Demak. Belum lindap dari ingatan kita, kini kasus serupa kembali terjadi di tempat lain. Seorang guru di SMKN 1 Woha, Bima Nusa Tenggara Barat dianiaya oleh siswanya sendiri. Menurut sejumlah sumber, peristiwa itu bermula ketika siswa merasa sakit hati lantaran ditegur merokok di lingkungan sekolah. Lantas, ia menghadang guru tersebut di jalan saat pulang sekolah kemudian menghajarnya hingga babak belur.

Tentu saja peristiwa ini sangat disayangkan. Seorang yang mestinya takzim kepada sosok yang telah bersusah payah mendidiknya justru dengan entengnya ia zalimi. Lagi pula, penyebab kejadian itu berasal dari perilaku siswa itu sendiri yang amoral sehingga wajar guru tersebut menegur bahkan menghukumnya jikalau sudah melampaui batas. Siswa memang individu yang memiliki hak untuk mendapat pendidikan yang layak. Namun, di sisi lain ia juga berkewajiban menaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Jadi, selama berstatus sebagai siswa di sekolah tersebut, tentu ia harus menaatinya. Jika melanggar, maka ia harus menerima konsekuensinya.

Jamaknya kasus kekerasan terhadap guru tersebut menyiratkan tanda tanya di benak kita, kenapa saat ini guru begitu mudah dicampakkan? Apakah marwah guru pada zaman ini telah demikian pudar? Dahulu, kami tidak pernah berani menimpali ketika guru memarahi kami. Entah itu pada saat pembelajaran maupun di luar kelas. Bahkan, dijewer pun kami tidak berani menunjukkan sikap melawan. Lagi pula, marahnya guru tidak bermaksud menyakiti, melainkan untuk mendidik layaknya orang tua kepada anak.

Saya tidak bermaksud menjadikan hal ini sebagai legitimasi tindak kekerasan di lingkungan sekolah. Saya sepakat menolak kekerasan siapa pun pelakunya, termasuk yang dilakukan oleh guru kepada siswa secara berlebihan. Oleh karena itu, seorang guru juga mesti membangun hubungan dan komunikasi yang hangat dengan siswa. dengan begitu, mereka merasa memiliki kedekatan emosional sehingga dapat menghindari hal-hal negatif. Selain upaya individual guru dengan siswa tersebut diperlukan juga upaya secara institusional. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan pihak sekolah sebagai berikut.

Pentingnya Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Sekolah

Baru-baru ini, ada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Peremendikbudristek) mengenai pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) untuk lingkup satuan pendidikan dan Satuan Tugas (Satgas) di lingkup Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Provinsi. Secara garis besar TPPK di sekolah mencakup fungsi pencegahan dan penanganan. Fungsi pencegahan, pihak sekolah dapat melakukan seminar, sosialisasi, pembelajaran, memantau siswa maupun warga sekolah secara intens tentang dampak kekerasan. Kemudian, fungsi penanganan dapat berupa mediasi, penyelesaian, restitusi, pembinaan, dan tindak lanjut kasus kekerasan yang sudah terjadi.

Dari segi sasaran, pencegahan dan penanganan kekerasan ini tidak hanya ditujukan pada siswa, tetapi juga semua warga sekolah. Artinya, siapa pun yang menjadi korban kekerasan berhak mendapat perlindungan, termasuk dalam hal ini guru. Pada konteks inilah TPPK bisa menekankan pentingnya edukasi mengenai dampak perilaku kekerasan terhadap guru. Siswa pelaku kekerasan juga dapat diberikan pembinaan hingga sanksi tegas bila telah melampaui batas.

Misalnya, dengan memberikan skorsing, atau mengembalikan pendidikan anak kepada orang tua. Keberadaan TPPK di sekolah cukup penting, sebab penanganan kasus kekerasan menjadi lebih terpusat sehingga diharapkan dapat mengurangi kekerasan itu sendiri. Untuk memastikan pelaksanaan tugas TPPK, ada Satgas Dinas yang akan memantau upaya pencegahan kekerasan di lingkup sekolah.

Menguatkan peran sinergitas tripusat (Komitmen Bersama)

Dalam Permendikbudristek tentang TPPK di atas, pihak sekolah bisa menggandeng komite sekolah dan masyarakat sekitar. Namun, yang tidak kalah penting ialah menguatkan kerja sama dengan orang tua siswa. Sebab, mereka adalah bagian dari tripusat pendidikan yang paling dekat dengan dunia anak. Hal ini dimaksudkan agar mereka terlibat aktif dan mendukung pendidikan anak di rumah, mengingat waktu dan interaksi mereka lebih banyak dihabiskan bersama orang tua (keluarga).

Penguatan kerja sama di sini lebih kepada penyeragaman persepsi dan sikap dalam mendidik anak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Terlebih ketika anak bermasalah atau berperilaku tidak wajar, hal tersebut sangat diperlukan. Sebab, tidak sedikit orang tua hanya mendengar keluh kesah anak tentang masalah sekolah secara sepihak kemudian langsung menyalahkan guru. Bahkan, mereka tidak segan-segan mendatangi sekolah dan memarahi guru sebagaimana yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Hal itu terjadi karena mereka tidak mau tahu apa yang terjadi di sekolah. Mereka hanya tahu bagaimana perilaku anak di rumah.

Tentu saja hal ini akan menjatuhkan martabat seorang guru, sehingga anak berpikir bahwa menyalahkan guru memang patut dilakukan ketika ia tidak sejalan dengan pikiran atau sikapnya. Untuk merealisasi upaya penguatan kerja sama ini, pihak sekolah dapat melakukan hal-hal seperti kesiapan orang tua untuk menghargai dan mendukung anak, guru-guru, dan sekolah; mendukung kebijakan kedisiplinan sekolah dan peraturan yang berlaku di kelas; menyediakan tempat yang tenang bagi anak untuk belajar dan mengawasi anak dalam menyelesaikan PR, berpartisipasi dalam pertemuan orang tua-guru-siswa, baik yang formal maupun informal; berdiskusi dengan anak setiap hari mengenai kegiatan sekolahnya; mengawasi tontonan televisi, gawai, dan kegiatan lain yang mungkin mengganggu waktu belajar anak; pendidikan karakter anak di lingkup keluarga; meluangkan waktu bersama anak untuk membaca setidaknya sepuluh menit dalam sehari.[1]

Penguatan kerja sama ini juga dimaksudkan agar orang tua merasa bertanggung jawab terhadap proses pendidikan anak di sekolah. Di sisi lain, ia merupakan komitmen atau perjanjian yang disepakati bersama yang dapat dibahas pada acara pertemuan guru dengan wali siswa. Beberapa poin di atas tentu dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan kedua belah pihak dengan tetap berorientasi pada pembentukan karakter anak.

Jadi, baik pihak sekolah dan orang tua sama-sama memiliki peran penting dalam mencegah kekerasan di lingkungan sekolah. Dua pihak tersebut memilki tanggung jawab yang sama dalam pendidikan anak, tentu sesuai dengan posisi dan tugas masing-masing. Ketika kebutuhan pendidikan anak dapat dioptimalkan oleh dua entitas tersebut maka anak akan memiliki akhlak yang baik. Dengan begitu, ia tidak bersikap kasar kepada orang lain, apalagi kepada gurunya.

***

Lombok Tengah, 20 November 2023

 

 



[1] http://www.education-world.com/a_curr/curr155.shtml dalam TUKLIT LIRP UNESCO Bangkok. 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resensi Buku

  Mengenal Filosofi Pendidikan Progresif Oleh: Marzuki Wardi Sumber: dokumen pribadi Judul Buku        : Pendidikan Berbasis Pengalaman ...