Kamis, 17 April 2025

Esai Pendidikan

 

Menakar Efektivitas Sisensi Online

Bagi Mutu Pendidikan di Lombok Tengah

Marzuki Wardi

Sumber: https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/gurupenggerak/

Penerapan Sistem Informasi Absensi dan Peresensi (Sisensi) online bagi sekolah-sekolah di Kabupaten Lombok Tengah sempat menuai polemik. Sebetulnya, penyulut baranya ialah oknum pegawai Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) yang menjustifikasi guru sebagai penyumbang kerugian terbesar negara. Hal itu ia nyatakan saat seorang guru mengeluhkan kendala penerapan Sisensi melalui WhatsApp (WA) kepadanya. Guru tersebut merasa tersinggung lalu menyebarkan chat tersebut ke teman lain dan grup-grup WA guru.

Sontak semua guru di Lombok Tengah merasa keberatan lalu menggelar pernyataan sikap. Situasi sempat memanas. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Lombok Tengah menginisiasi penyampaian aspirasi guru. Bupati turun tangan memediasi permasalahan tersebut hingga akhirnya solusi Menang/Menang[1] terwujud.

Solusi tersebut ialah berupa kesepakatan kedua belah pihak (perwakilan guru dan oknum pegawai BKPSDM) untuk berdamai. Para guru tidak akan melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum jika si tertuntut bersedia meminta maaf di hadapan perwakilan guru dan tidak mengulangi perbuatannya lagi. Adapun, mengenai pemicu masalahnya yaitu Sisensi, akan dievaluasi dan diperbaiki oleh pemerintah daerah agar tidak menyulitkan guru dalam mengisi kehadiran di sekolah.

Sisensi ini memang sedang masa uji coba untuk diterapkan secara permanen. Ia merupakan persensi daring yang diterapkan bagi guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Kabupaten Lombok Tengah. Aplikasi persensi ini menggunakan radius tertentu sehingga pengisian daftar hadir hanya bisa dilakukan di dalam area sekolah. Di luar area sekolah, persensi tidak bisa terbaca secara sistem. Hanya saja, karena tergolong produk baru, ia sering terkendala jaringan. Pengisian daftar hadir sering tidak lancar, sehingga jam datang yang mulanya lebih awal terekam terlambat dengan perangkat tersebut. Inilah salah satu yang menjadi keluhan para guru. Pasalnya, keterlambatan tersebut konon berdampak pada perolehan gaji.

Tidak hanya itu, keluhan para guru juga ternyata pada perubahan waktu pulang. Misalnya yang semula waktu pulang jam 12:30 menjadi 14:30 untuk hari Senin sampai Kamis. Jam pulang siswa tetap 12:30, tetapi guru baru boleh pulang mulai pukul 14:30. Menurut salah seorang guru ASN yang saya wawancarai, jeda waktu dua jam tersebut sangatlah tidak efektif.[2] Lantas, apakah penerapan Sisensi hanya akan mengundur jam pulang saja tanpa efek ke pengembangan mutu sekolah?

Saya pikir penerapan Sisensi bisa berpengaruh positif pada peningkatan mutu pendidikan. Secara sepintas Sisensi memang tampak tidak berkaitan dengan mutu. Akan tetapi, jika ditelisik lebih jauh, manajeman (pengaturan) waktu secara sistem tersebut akan berdampak pada kedisiplinan guru. Sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan, kedisiplinan guru akan berpengaruh pada kinerja. Kinerja guru yang maksimal dalam hal ini proses pembelajaran akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan yang berlangsung di sekolah.

Namun, sebenarnya, persoalannya bukan terletak pada waktu saja, melainkan bagaimana mengelola waktu yang lama tersebut dengan kegiatan yang mengarah pada peningkatan mutu. Disiplin dalam hal ini tentu bukan soal ketepatan waktu saja, tetapi lebih pada efektivitas kerja guru. Disinilah peran visioner kepala sekolah dituntut. Banyak hal kecil yang bisa dikerjakan dengan jeda waktu sekitar dua jam itu seperti refleksi pembelajaran di hari tersebut, persiapan rencana pembelajaran untuk hari berikutnya, implementasi kurikulum merdeka, literasi, membahas Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), program sekolah, dan beberapa hal lain yang hanya bisa dikerjakan di luar jam pelajaran di kelas.

Lalu bagaimana upaya-upaya tersebut berdampak pada pengembangan mutu pendidikan? Kita ambil contoh sederhana, misalnya, penerapan kurikulum merdeka. Sebagian besar guru belum sepenuhnya memahami paradigma, konsep, dan penerapan kurikulum baru tersebut. Sementara, upaya dari Dinas Pendidikan untuk mengawal penerapannya pun belum maksimal. Padahal, kurikulum adalah jantungnya pendidikan. Maju-mundurnya mutu pendidikan cukup bergantung pada seberapa baik kurikulum diterapkan di sebuah lembaga pendidikan. Memang sudah ada platform merdeka mengajar dengan beragam jenis bimtek yang bisa diakses kapan dan di mana saja. Namun, menunggu mereka berinisiatif menuntaskan bimtek rasanya bagai menunggu hujan di kemarau panjang, kecuali bagi mereka yang memang proaktif mengaktualisasi diri sebagai pendidik.

Itu baru satu contoh pemanfaatan jeda waktu sebelum pulang. Kalau itu bisa dilaksanakan secara baik, tentu akan berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran. Bagaimana jika beberapa paket program merdeka belajar bisa didiskusikan pada waktu luang tersebut? Kepala sekolah bisa mengajak guru mendiskusikan rapor mutu pendidikan, peningkatan literasi, coaching bagi guru, dan beragam permasalahan yang dialami guru dalam pembelajaran.

Aktivitas itu tentu akan memberi nilai tambah bagi peningkatan mutu pendidikan. Sebab, mengharapkan kegiatan tersebut bisa terlaksana di sela-sela waktu istirahat cukuplah sulit. Dengan begitu, tujuh jam kerja betul-betul difungsikan untuk memikirkan pengembangan sekolah sehingga di rumah guru juga bisa mengerjakan urusan rumah tangga tanpa dihantui beban kerja sekolah.

Jika kita meminjam prinsip manajemen bisnis, hal-hal kecil yang dilakukan dalam dunia manajemen sebetulnya hal-hal besar yang berdampak pada pangsa pasar. Dalam dunia pendidikan juga seperti itu, hal-hal kecil yang guru lakukan sebetulnya akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Memang, prinsip pendidikan dan bisnis tidak selamanya bisa disamakan, terutama dari segi tujuan. Bisnis bertujuan untuk menghasilkan profit sebanyak-banyaknya dengan modal yang minim. Sementara, pendidik tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai ladang untuk menghasilkan profit. Kita hanya mengadopsi sisi manajemennya (waktu) saja. Kalau Sisensi mampu mewujudkan hal itu, kenapa tidak dilanjutkan?

Jadi, kebijakan Sisensi online cukup relevan dengan program merdeka belajar yang diterapkan pemerintah pusat. Jika dikelola dengan baik, ia akan berpengaruh positif pada peningkatan mutu pendidikan. Hal itu bisa terwujud di tangan seorang pemimpin (kepala sekolah) yang melek wacana dan visioner. Karenanya, peran pemimpin dalam hal ini cukup penting dalam menghadirkan inovasi untuk menyesuaikan dua produk kebijakan pemerintah (daerah dan pusat) tersebut.

 

 

Biodata Penulis

Marzuki Wardi, berprofesi sebagai guru di SMP Islam Al-Ikhlashiyah Desa Sisik, Pringgarata, Lombok Tengah. Hingga saat ini dia aktif menulis cerpen, esai, resensi buku di berbagai media cetak dan daring. Selain itu, dia juga menulis sejumlah buku di antaranya Mengembalikan Jati Diri Pendidikan Kita (Diva Press, 2022), Bocah Penakluk Badai (Intan Pariwara, 2023), dan Sebuah Kemenangan (Intan Pariwara, 2023). Laki-laki penikmat kalimat ini bermukim di Desa Sintung, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah. Ia bisa dihubungi di alamat email marzukiwardi5@gmail.com



[1] Berpikir Menang/Menang ini ialah salah satu teknik berpikir yang dicetuskan oleh Steven. R. Covey dalam bukunya 7 Habits of Highly Efective People.

[2] Dikutip hasil wawancara penulis dengan seorang guru ASN beberapa saat lalu. Menurutnya, kebijakan Sisensi yang mengundur jam pulang guru tidak efektif. Salah satu alasannya ialah ketika siswa pulang, guru tidak punya pekerjaan lagi. Sementara, banyak guru yang jarak rumahnya jauh dari sekolah. Hal itu bisa menyebabkan mereka pulang sangat terlambat dari semestinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resensi Buku

  Mengenal Filosofi Pendidikan Progresif Oleh: Marzuki Wardi Sumber: dokumen pribadi Judul Buku        : Pendidikan Berbasis Pengalaman ...