Menakar Efektivitas Sisensi Online
Bagi Mutu Pendidikan di Lombok Tengah
Marzuki Wardi
Sumber: https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/gurupenggerak/ |
Penerapan Sistem Informasi Absensi dan Peresensi
(Sisensi) online bagi sekolah-sekolah di Kabupaten Lombok Tengah sempat
menuai polemik. Sebetulnya, penyulut baranya ialah oknum pegawai Badan
Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) yang menjustifikasi
guru sebagai penyumbang kerugian terbesar negara. Hal itu ia nyatakan saat
seorang guru mengeluhkan kendala penerapan Sisensi melalui WhatsApp (WA)
kepadanya. Guru tersebut merasa tersinggung lalu menyebarkan chat tersebut
ke teman lain dan grup-grup WA guru.
Sontak semua guru di Lombok Tengah merasa keberatan
lalu menggelar pernyataan sikap. Situasi sempat memanas. Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Lombok Tengah menginisiasi penyampaian
aspirasi guru. Bupati turun tangan memediasi permasalahan tersebut hingga
akhirnya solusi Menang/Menang[1]
terwujud.
Solusi tersebut ialah berupa kesepakatan kedua belah
pihak (perwakilan guru dan oknum pegawai BKPSDM) untuk berdamai. Para guru
tidak akan melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum jika si tertuntut bersedia
meminta maaf di hadapan perwakilan guru dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Adapun, mengenai pemicu masalahnya yaitu Sisensi, akan dievaluasi dan
diperbaiki oleh pemerintah daerah agar tidak menyulitkan guru dalam mengisi
kehadiran di sekolah.
Sisensi ini memang sedang masa uji coba untuk
diterapkan secara permanen. Ia merupakan persensi daring yang diterapkan bagi
guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Kabupaten Lombok
Tengah. Aplikasi persensi ini menggunakan radius tertentu sehingga pengisian
daftar hadir hanya bisa dilakukan di dalam area sekolah. Di luar area sekolah, persensi
tidak bisa terbaca secara sistem. Hanya saja, karena tergolong produk baru, ia
sering terkendala jaringan. Pengisian daftar hadir sering tidak lancar,
sehingga jam datang yang mulanya lebih awal terekam terlambat dengan perangkat
tersebut. Inilah salah satu yang menjadi keluhan para guru. Pasalnya,
keterlambatan tersebut konon berdampak pada perolehan gaji.
Tidak hanya itu, keluhan para guru juga ternyata pada perubahan
waktu pulang. Misalnya yang semula waktu pulang jam 12:30 menjadi 14:30 untuk
hari Senin sampai Kamis. Jam pulang siswa tetap 12:30, tetapi guru baru boleh
pulang mulai pukul 14:30. Menurut salah seorang guru ASN yang saya wawancarai,
jeda waktu dua jam tersebut sangatlah tidak efektif.[2]
Lantas, apakah penerapan Sisensi hanya akan mengundur jam pulang saja tanpa
efek ke pengembangan mutu sekolah?
Saya pikir penerapan Sisensi bisa berpengaruh positif pada
peningkatan mutu pendidikan. Secara sepintas Sisensi memang tampak tidak berkaitan
dengan mutu. Akan tetapi, jika ditelisik lebih jauh, manajeman (pengaturan)
waktu secara sistem tersebut akan berdampak pada kedisiplinan guru. Sebagai
ujung tombak pelaksana pendidikan, kedisiplinan guru akan berpengaruh pada
kinerja. Kinerja guru yang maksimal dalam hal ini proses pembelajaran akan
berdampak pada peningkatan mutu pendidikan yang berlangsung di sekolah.
Namun, sebenarnya, persoalannya bukan terletak pada waktu
saja, melainkan bagaimana mengelola waktu yang lama tersebut dengan kegiatan
yang mengarah pada peningkatan mutu. Disiplin dalam hal ini tentu bukan soal
ketepatan waktu saja, tetapi lebih pada efektivitas kerja guru. Disinilah peran
visioner kepala sekolah dituntut. Banyak hal kecil yang bisa dikerjakan dengan
jeda waktu sekitar dua jam itu seperti refleksi pembelajaran di hari tersebut,
persiapan rencana pembelajaran untuk hari berikutnya, implementasi kurikulum
merdeka, literasi, membahas Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5),
program sekolah, dan beberapa hal lain yang hanya bisa dikerjakan di luar jam
pelajaran di kelas.
Lalu bagaimana upaya-upaya tersebut berdampak pada
pengembangan mutu pendidikan? Kita ambil contoh sederhana, misalnya, penerapan
kurikulum merdeka. Sebagian besar guru belum sepenuhnya memahami paradigma,
konsep, dan penerapan kurikulum baru tersebut. Sementara, upaya dari Dinas
Pendidikan untuk mengawal penerapannya pun belum maksimal. Padahal, kurikulum
adalah jantungnya pendidikan. Maju-mundurnya mutu pendidikan cukup bergantung
pada seberapa baik kurikulum diterapkan di sebuah lembaga pendidikan. Memang sudah
ada platform merdeka mengajar dengan beragam jenis bimtek yang bisa
diakses kapan dan di mana saja. Namun, menunggu mereka berinisiatif menuntaskan
bimtek rasanya bagai menunggu hujan di kemarau panjang, kecuali bagi mereka
yang memang proaktif mengaktualisasi diri sebagai pendidik.
Itu baru satu contoh pemanfaatan jeda waktu sebelum
pulang. Kalau itu bisa dilaksanakan secara baik, tentu akan berdampak pada
peningkatan kualitas pembelajaran. Bagaimana jika beberapa paket program
merdeka belajar bisa didiskusikan pada waktu luang tersebut? Kepala sekolah
bisa mengajak guru mendiskusikan rapor mutu pendidikan, peningkatan literasi, coaching
bagi guru, dan beragam permasalahan yang dialami guru dalam
pembelajaran.
Aktivitas itu tentu akan memberi nilai tambah bagi
peningkatan mutu pendidikan. Sebab, mengharapkan kegiatan tersebut bisa
terlaksana di sela-sela waktu istirahat cukuplah sulit. Dengan begitu, tujuh
jam kerja betul-betul difungsikan untuk memikirkan pengembangan sekolah
sehingga di rumah guru juga bisa mengerjakan urusan rumah tangga tanpa dihantui
beban kerja sekolah.
Jika kita meminjam prinsip manajemen bisnis, hal-hal
kecil yang dilakukan dalam dunia manajemen sebetulnya hal-hal besar yang
berdampak pada pangsa pasar. Dalam dunia pendidikan juga seperti itu, hal-hal
kecil yang guru lakukan sebetulnya akan berdampak pada peningkatan mutu
pendidikan. Memang, prinsip pendidikan dan bisnis tidak selamanya bisa
disamakan, terutama dari segi tujuan. Bisnis bertujuan untuk menghasilkan
profit sebanyak-banyaknya dengan modal yang minim. Sementara, pendidik tidak
boleh menjadikan pendidikan sebagai ladang untuk menghasilkan profit. Kita
hanya mengadopsi sisi manajemennya (waktu) saja. Kalau Sisensi mampu mewujudkan
hal itu, kenapa tidak dilanjutkan?
Jadi, kebijakan Sisensi online cukup relevan
dengan program merdeka belajar yang diterapkan pemerintah pusat. Jika dikelola
dengan baik, ia akan berpengaruh positif pada peningkatan mutu pendidikan. Hal
itu bisa terwujud di tangan seorang pemimpin (kepala sekolah) yang melek wacana
dan visioner. Karenanya, peran pemimpin dalam hal ini cukup penting dalam
menghadirkan inovasi untuk menyesuaikan dua produk kebijakan pemerintah (daerah
dan pusat) tersebut.
Biodata Penulis
Marzuki
Wardi, berprofesi sebagai guru di SMP Islam
Al-Ikhlashiyah Desa Sisik, Pringgarata, Lombok Tengah. Hingga saat ini dia aktif
menulis cerpen, esai, resensi buku di berbagai media cetak dan daring. Selain
itu, dia juga menulis sejumlah buku
di antaranya Mengembalikan Jati Diri
Pendidikan Kita (Diva Press, 2022), Bocah
Penakluk Badai (Intan Pariwara,
2023), dan
Sebuah Kemenangan (Intan Pariwara, 2023). Laki-laki penikmat kalimat
ini bermukim di Desa Sintung, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah. Ia bisa
dihubungi di alamat email marzukiwardi5@gmail.com
[1] Berpikir
Menang/Menang ini ialah salah satu teknik berpikir yang dicetuskan oleh Steven.
R. Covey dalam bukunya 7 Habits of Highly Efective People.
[2]
Dikutip hasil wawancara penulis dengan seorang guru
ASN beberapa saat lalu. Menurutnya, kebijakan Sisensi yang mengundur jam pulang
guru tidak efektif. Salah satu alasannya ialah ketika siswa pulang, guru tidak
punya pekerjaan lagi. Sementara, banyak guru yang jarak rumahnya jauh dari
sekolah. Hal itu bisa menyebabkan mereka pulang sangat terlambat dari
semestinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar